Alasan Bahwa Tidak Ada Perempuan Sempurna dalam Rumah Tangga

Kita sering mendengar ungkapan bahwa tidak ada perempuan sempurna. Diakui atau tidak, kenyataannya ini benar dan berlaku juga dalam kehidupan rumah tangga.

“Ibumu pintar cari uang kaya aku”, celoteh seorang mertua kepada tamu di rumahnya. Tamu itu punya ibu yang pintar berbisnis dan lumayan menghasilkan income besar. Ucapan itu dilontarkan sang mertua di hadapan menantunya yang tidak bekerja.

Tidak ada nada menyinggung menantu yang sedang menyimak obrolan itu sebenarnya. Itu hanya luapan kebahagiaan semata.

Perempuan Tidak Selalu Mampu Berperan Ganda untuk Bekerja Sekaligus Mengurus Rumah Tangga

Saya dicurhatin sang menantu itu. Sebut saja Mbak Neni. Ia merasa seolah ucapan mertuanya membandingkan antara dirinya dengan sang mertua itu sendiri. Pasalnya, mbak Neni hanya ibu rumah tangga biasa yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Pekerjaannya hanya mengurus anaknya yang masih kecil dan mengurus rumah serta suami.

Bagi seorang perempuan, sebenarnya pekerjaan Mbak Neni ini adalah hal lumrah dan tidak ada masalah. Lagipula, di lingkungannya serta kebanyakan pembaca mungkin juga sudah biasa melihat peran tersebut.

Perempuan sesudah menikah kebanyakan di masyarakat kita memang terdorong untuk menjadi ibu rumah tangga tulen. Tidak bekerja juga tidak akan dituntut siapapun.

Namun, ada saja hal-hal yang membuat peran perempuan kadang dilematis. Meskipun sebenarnya, kondisi dilema ini kebanyakan disebabkan tekanan-tekanan dan pengaruh lingkungan. Tidak semua orang memahami bahwa setiap orang punya keputusan masing-masing ataupun punya pilihan hidup terbaiknya sendiri.

Ada yang Bangga Bisa Mencari Nafkah, Tapi Ternyata Kurang Mampu Mengurus Rumah

Ya, seperti perasaan bangga mertua Mbak Neni akan kemampuannya mencari nafkah. Sikapnya ini katanya seringkali juga tercermin dalam persepsi sukses yang sang mertua sampaikan kepada anak perempuannya. Adik ipar Mbak Neni. Adik ipar Mbak Neni seringkali dijejali nasehat supaya rajin bekerja supaya jadi perempuan yang pandai nyari uang.

Perbedaan paradigma mengenai kesuksesan ini sebenarnya tidak mempengaruhi hubungan Mbak Neni dengan mertuanya. Ya, ibaratnya mereka saling menghargai dan cocok satu sama lain. Namun, bagi saya, topik ini cukup menarik juga mengingat bahwa tidak semua orang bisa menghargai kelemahan dan kelebihan perempuan lainnya.

Tidak Semua Orang Mampu Menyadari Bahwa Dirinya dan Orang Lain Punya Kekurangan dan Kelebihan Masing-Masing

Rasanya biasa bagi kita, mendengar dan melihat perempuan satu dengan lainnya saling mengkritik kekurangan masing-masing di belakang. Sampai-sampai ada pernyataan, “perempuan kalau ngumpul, jika tidak nimbun lemak ya nambah dosa”.

Hal yang lumrah salah satunya Ibu Rumah Tangga nyinyir dengan ibu karir yang rumahnya berantakan atau anak diurus pengasuh. Begitu pula sebaliknya, ibu karir nyinyir dengan ibu rumah tangga tulen yang tidak punya penghasilan sendiri.

Nyinyir ini biasanya muncul karena tidak adanya empati satu sama lain. Atau bahkan mungkin yang paling penting adalah tidak adanya introspeksi diri yang memadai. Lupa bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Setiap orang punya jalan hidup dan perjuangannya masing-masing.

Jika kembali ke kisah Mbak Neni tadi, saya ulik lebih dalam rupanya saya mendapatkan poin penting di sana. Mbak Neni yang tidak bekerja dan kurang begitu pandai mencari uang, itu diakui Mbak Neni sendiri. Namun, dibalik kekurangannya itu, Mbak Neni sangat pandai menjaga anaknya, hamil dan melahirkan dengan sehat dan normal tanpa masalah karena telaten menjaga diri dan faktor pertolongan Tuhan tentunya. Anaknya sehat dan tampan. Ia juga memiliki hubungan yang harmonis dengan suaminya, pandai memasak dan menata rumah. Kekurangannya yang ia akui adalah sejak dulu kurang mampu mencari uang.

Sedangkan mertuanya adalah perempuan pekerja keras, pandai berbisnis dan lebih banyak penghasilannya daripada suaminya (mertua laki-laki Mbak Neni). Namun, saat mencoba mengasuh cucunya (anak Mbak Neni) tampak sekali sang ibu mertua tidak begitu cakap. Bahkan dulunya saat anak-anak sang mertua masih kecil, bahkan bu mertuanya itu tidak mau membersihkan kotoran anaknya sendiri. Rumahnya juga berantakan karena memang tidak cakap merapikan rumah.

Artinya jelas sekali di sini bahwa setiap perempuan punya kelebihan masing-masing. Hal ini menjadi penting diingat supaya kita tidak serta merta mengernyitkan kening melihat kekurangan orang lain. Otomatis mengurangi fenomena “nyinyir-nyinyiran” ya Bun…

Selain itu, sikap saling menghargai dan mengakui kelebihan dan kekurangan dapat memperbaiki hubungan kita satu sama lainnya. Menantu dengan mertua, sesama teman perempuan, atau bahkan saat melihat kondisi rumah tangga orang lain. Selain itu, kita juga menjadi lebih percaya diri dengan apa yang kita jalani.

Tidak Ada Perempuan Sempurna, Tidak Ada Wonder Woman di Kehidupan Nyata

Wonder woman dalam film adalah sosok perempuan dengan hati mulia disertai kekuatan fisik luar biasa. Namun jika berbicara kehidupan nyata, wonder woman seringkali disematkan kepada perempuan yang mampu berperan sebagai ibu sekaligus mampu mencari nafkah. Artinya perempuan multitasking yang sukses di kedua peran tersebut. Perempuan yang mampu melakukan segala hal dalam waktu bersamaan.

Pertanyaannya, apakah benar-benar ada sosok wonder woman dalam kehidupan nyata seperti definisi itu? Ini diakui oleh seorang ahli Parenting (maaf, saya lupa namanya) bahwa tidak ada wonder woman seperti itu. Saya sendiri mengakui itu dan melihat hal itu benar adanya.

Tidak ada perempuan yang mampu multitasking sebagaimana idealnya keingian kita atau mungkin harapan orang-orang sekitar kita. Entah itu suami, mertua, orang tua, dan anggota keluarga lainnya.

Ketidaksempurnaan itu bisa disebabkan keterbatasan tenaga atau memang berupa “pemberian Tuhan” yang tidak bisa kita tolak. Alasan bahwa tidak ada perempuan sempurna dalam rumah tangga juga karena dua hal:

Pertama, Ketidaksempurnaan Karena Keterbatasan Waktu dan Tenaga

Ada perempuan yang mampu melakukan suatu tugas tapi keadaan tidak mendukung. Subur dan punya potensi banyak anak, tapi kondisi rumah tangga tidak meyakinkan. Mungkin tidak ada dana menyewa pengasuh, jauh dari keluarga besar, atau pasangan tidak menginginkan anak banyak. Sehingga subur pun harus melakukan tindakan KB (Keluarga Berencana).

Ada perempuan yang mungkin mampu mencari nafkah, tapi situasi rumah tangga mendorongnya untuk tidak menjalani karir atau bisnis. Anak banyak misalnya tanpa ada bantuan asisten rumah tangga, tidak cukup waktu untuk menjalani bisnis atau karir, dan lain-lain.

Ada perempuan yang sebenarnya pandai memasak, tapi karena tuntutan jam kerja, kesibukan lainnya, ia tak pernah sempat memasak. Dilihat sekilas seolah mudah saja tinggal bangun sepagi mungkin, lalu masak untuk keluarga. Tapi, kenyataannya, tenaga dan stamina orang hanya mereka sendiri yang mampu mengukurnya, kan?

Ada yang mampu begini tapi keadaan mendorongnya untuk begitu, dan sebagainya. Semua itu menunjukkan bahwa perempuan memiliki waktu dan tenaga yang terbatas. Seringkali, yang terbaik adalah “memilih” dan bukan lagi berusaha keras melakukan semuanya.

Kedua, Ketidaksempurnaan Karena Pemberian Tuhan

Nomor dua ini bisa berupa takdir Tuhan atau memang pembentukan diri yang melekat pada diri perempuan yang sulit diubah. Poin ini adalah hal yang cenderung tidak bisa diusahakan lagi atau diganggu gugat. Mengomentari kondisi ini seringkali mennyinggung dan masuk dalam sikap kurang bijaksana. Perlu pemahaman dan pengertian.

Manusia biasa pada dasarnya memang tidak ada yang sempurna. Begitu pula seorang istri. Ada yang pandai memasak tapi tidak pandai mencari nafkah. Ada yang pintar mengurus anak tapi tidak pandai memasak. Ada yang pintar mengurus keuangan, tapi tidak pandai menata rumah.

Bahkan lebih dari itu, hal yang sifatnya takdir pun banyak. Ada yang subur tapi tidak lahir dari keluarga berada. Ada istri yang keluaranya terhormat tapi sulit punya keturunan. Dan banyak lagi hal lainnya.

Sikap Menekan Muncul dari Kegagalan Memahami Bahwa Situasi Rumah Tangga Setiap Orang Tidaklah Sama

Tekanan bisa muncul dari berbagai arah. Baik dari luar maupun dalam rumah tangga itu sendiri.

Tekanan dari luar biasanya dari lingkungan pertemanan, keluarga besar (contoh orang tua kandung atau mertua) tetangga, hingga orang asing sekalipun. Tekanan dalam intern rumah tangga terjadi antar pasangan itu sendiri.

Tidak jarang saya mendengar ada mertua bertanya kenapa menantunya tidak suka memasak? dengan nada tidak senang. Padahal ia paham betul bahwa menantunya bekerja. Seperti tulisan saya tentang mertua selalu menyalahkan menantu perempuan.

Tidak hanya karena bekerja, hal ini juga dilakukan kepada menantu perempuan yang tidak bekerja tapi sedang punya bayi. Kondisi repot mengurus bayi yang mengharuskan seorang istri begadang, kurang istirahat, begitu menyita tenaga dan waktu. Jangankan memasak, rumah pun tidak sempat dibersihkan setiap hari.

Hal ini mungkin dilontarkan oleh sosok mertua yang dulunya ia punya bayi namun dibantu oleh orang tua atau asisten rumah tangga. Kondisi menantu yang mengurus semuanya sendiri tidak masuk dalam kamus hidupnya. Akhirnya, sang mertua merasa heran melihat menantunya hanya karena punya bayi sampai tidak memasak.

Padahal, berbagai situasi seringkali membuat perempuan hanya bisa memilih. Ingat, tenaga kita terbatas dan hanya kita sendiri yang tahu mana yang menjadi prioritas. Jika sudah demikian, pengertian orang-orang sekitar sangat diperlukan. Selain untuk menjaga agar setiap tugas kita berjalan dengan baik, juga hubungan keluarga menjadi lebih harmonis.

Penting juga kita memahami kodrat perempuan yang sebenarnya, supaya tidak ada lagi tuntutan yang merugikan perempuan dalam menjalani pernikahan. Perempuan harus melakukan segalanya adalah bukti kegagalan memahami kodrat perempuan.

Kesimpulan

Memilih dan mengakui bahwa tenaga kita terbatas sepertinya jauh lebih mudah kita lakukan. Selain membuat kita tenang, juga bisa menghadapi komentar-komentar spotan orang sekitar dengan lebih tenang dan tidak mudah mempengaruhi psikologis kita yang tugasnya begitu banyak. Dan tentunya, hanya kita yang tahu dan bisa mengukurnya.

Demikian alasan bahwa tidak ada perempuan sempurna dalam rumah tangga. Tenaga kita terbatas, hanya perlu fokus pada hal-hal yang menjadi prioritas. Jika bahagia dengan bekerja, maka fokuslah menjalani itu. Bahagia mengurus rumah tangga, maksimalkan saja peran di sana. Stay strong and happy, Dear.

You May Also Like

Leave a Reply