Anak Sulung dan Orang Tua yang Baru Belajar

anak sulung
anak sulung, by Pixabay.com

Pernahkah Ayah Bunda memikirkan anak sulung beserta kekurangan kita dalam mengasuhnya? Saya yakin Ayah Bunda juga menyadari bahwa saat anak pertama kita lahir, kita masih punya banyak sekali kekurangan.

Saya merasa haru sekaligus sedih bila melihat anak sulung saya. Terharu karena mampu melewati banyak hal dalam menjaganya. Sedih juga pada waktu yang bersamaan karena kami (saya dan suami) masih belum berpengalaman dalam merawat anak. Banyak sekali kekurangan. Ini terasa saat mengamati perkembangan psikologis anak usia 7 tahun saat ini.

Memang, banyak sumber menyebutkan sekian banyak kelebihan karakter anak pertama seperti lebih dewasa daripada adik-adiknya, punya jiwa pemimpin, lebih peka terhadap perasaan orang lain, lebih bertanggung jawab, dan sebagainya. Hal ini karena situasi dan kondisi pengasuhannya.

Namun demikian, segala kelebihan itu hanya akan ia miliki apabila benar-benar mendapatkan pengasuhan yang baik. Sebaliknya, anak sulung rentan terhadap kekurangan dalam segi fisik, mental, dan lain-lain apabila situasi keluarga tidak mendukung perkembangannya.

Apa Saja Kekurangan Orang Tua Muda dalam Mengasuh Sang Anak Sulung?

Saya paham, mungkin ada banyak orang tua yang sudah siap segalanya ketika anak pertama lahir. Namun, secara umum, kondisi orang tua muda yang pertama kali memiliki anak berada pada situasi berikut ini. Siapa yang merasa?

Orang Tua Muda Itu Belum Memiliki Pribadi yang Matang

Anak sulung artinya anak pertama yang lahir dalam sebuah keluarga kecil. Anak sulung adalah anak ke satu yang nantinya menjadi orang pertama yang diasuh orang tua muda. Orang tua yang mungkin masih belum matang kepribadiannya. Masih butuh diasah oleh pengalaman hidup dalam pernikahan.

Usia pernikahan itu adalah usia saat suami istri masih memiliki ego yang tinggi. Umumnya begitu. Mereka adalah dua orang yang awalnya lajang dan bebas, tiba-tiba punya banyak tanggung jawab. Punya banyak pekerjaan. Mulai dari yang remeh hingga yang berat menguras tenaga dan menghabiskan waktu hingga larut malam.

Bila berkaca kepada pengalaman sendiri, rasanya ketika banyak rasa lelah, yang muncul adalah ingin mendapatkan perhatian dari pasangan. Padahal, pasangan juga sama-sama capek dan lelah. Di sini, banyak sekali tantangan dan benturan ego. Komunikasi yang muncul seringkali harus penuh emosi.

Bukan hanya itu. Konflik dari luar rumah tangga seperti penyesuaian dengan keluarga baru, keberadaan teman-teman semasa lajang yang belum bisa kehilangan momen ngumpul bersama, juga menjadi ujian bagi kepribadian suami istri di rumah.

Selain itu, pasti ada ujian dan tantangan lain yang benar-benar melatih kedewasaan. Tidak jarang, semua itu membuat suasana tegang, cekcok, sehingga kondisi pengasuhan anak pertama mendapatkan imbasnya.

Orang Tua Muda Belum Berpengalaman Soal Ilmu Parenting

Jika ada orang tua muda yang paham ilmu parenting, pastilah semua baru tahap teori. Tentu saja, meskipun baru teori, jelas lebih baik daripada yang belum paham sama sekali ya.

Namun, tidak jarang pula mereka yang cakap ilmu parenting di ranah teori, namun kenyataannya bila mengasuh anak malah kewalahan. Kenyataannya, mengasuh anak itu butuh praktek dan pengalaman nyata.

Jadi, anak pertama biasanya merupakan try and eror dalam praktek ilmu parenting kedua orang tuanya. Saya sendiri seringkali menyadari banyak kesalahan dalam menjaga, mengasuh, dan mendidik anak pertama.

Kenyataannya, walau belajar ilmu parenting, tapi prakteknya lebih cenderung mencontoh dan belajar langsung bagaimana orang tua lain dalam menjaga dan mengasuh anak-anak mereka. Misalnya saat berada di sekolah anak, saya bisa melihat dan mempelajari bagaimana orang tua lain dalam menyikapi anak mereka.

Salah satu contohnya ketika anak bermain bersama teman-temannya muncul rasa khawatir. Sebagai orang tua yang belum pengalaman, seringkali saya ingin ikut menegur setiap kali anak saya melakukan sesuatu yang menurut saya keliru saat bersama teman-temannya.

Hasilnya anak saya malah ngambek dan tidak semangat lagi untuk bermain. Saya pun melihat bagaimana orang tua lain, di mana mereka lebih banyak membiarkan anak-anaknya selama kesalahan anak dalam bermain itu masih wajar dan tidak membahayakan.

Ya, anak mereka pun bermain dengan nyaman dan punya teman bermain yang seru. Mereka juga menjadi anak-anak yang lebih pandai bergaul. Saya pun akhirnya mencoba tidak tergoda untuk sedikit-sedikit menegur anak saat bermain dengan teman-temannya.

Biarkan dia belajar sendiri dalam bergaul. Kecuali jika ada yang perlu dibetulkan, nanti anak akan saya nasihati di rumah.

Itu salah satu contoh bahwa praktek parenting itu butuh pengalaman. Ilmu parenting tidak bisa memandu setiap gerak-gerik pengasuhan kita secara detail kan? Pengalaman lah yang bisa membuat orang tua lebih pandai dalam mendampingi setiap momen perkembangan anak.

Masih Belajar Memenuhi Gizi untuk Tumbuh Kembang Anak

Selain kedewasaan dan ilmu parenting, ilmu soal pemenuhan gizi anak juga masih belajar. Orang tua baru biasanya belum merasakan bagaimana rasanya memenuhi kebutuhan makan yang harus kaya akan gizi setiap hari bagi buah hati.

Pengalaman saya sendiri, rasanya cukup kaget harus menyiapkan makan khusus untuk anak saya yang masih kecil, plus menyiapkan makan juga untuk diri sendiri dan suami. Pasti menu harus berbeda dong. Di sini menurut saya lumayan menguras tenaga dan emosi lho…Hiy

Mengapa? Biasanya semasa lajang kita masak atau beli makan kalau lapar saja. Tidak perlu repot menyiapkan sarapan atau masak dadakan untuk orang lain hingga masak dengan menu beragam. Dulu, lapar tinggal beli ke rumah makan terdekat atau pesan ya.

Sekarang juga bisa sih kaya gitu. Tapi kadang banyak pertimbangan. Mulai dari hemat pengeluaran hingga bertaruh sebagai istri yang bisa diandalkan.

Nah, rata-rata sih orang tua muda bakal kerepotan hanya mengurus soal menu makan anak. Selain itu, berusaha menjaga agar asupan gizi si kecil butuh ilmu dan pengalaman. Fix lah anak sulung ini seperti jadi tempat belajar bagi orang tuanya sendiri. Hiks.. peluk sayang buat anak sulung.

Kadang bagi waktu untuk ngisi perut sendiri juga susah, ini harus belajar untuk peka terhadap kebutuhan makan anak. Tidak jarang deh, kewalahan dalam memenuhi gizi si kecil. Bahkan bisa jadi kondisi ini yang menyebabkan anak malah susah makan karena kesalahan dalam cara memberikan asupan makan kepada anak.

Ekonomi Keluarga yang Belum Stabil

Bersyukurlah bagi para orang tua muda yang sudah mapan ketika anak pertama lahir. Tidak perlu banyak kesulitan untuk mengatur gizi anak, punya banyak modal untuk fasilitas anak, bisa menyewa asisten rumah tangga bila merasa kerepotan, atau yang lainnya supaya dapat mendampingi perkembangan anak dengan lebih sempurna.

Nah, tidak sedikit orang tua muda yang justru sebaliknya. Mulai dari masa kehamilan hingga lahir, fasilitas anak pertama tidak mudah mereka sediakan.

Banyak pasangan suami istri yang awal rumah tangga masih mengontrak, belum punya pekerjaan tetap, masih membangun usaha yang sangat terbatas keuntungannya, masih tinggal di rumah orang tua yang mungkin harus berbenturan soal pola asuh anak, dan sebagainya.
Kekurangan tersebut seringkali harus didapatkan oleh si anak sulung.

Ya, efeknya bisa baik dan bisa juga buruk. Tergantung dampak kondisi rumah tangga kepada mental anak, pola asuh ibu dan ayah, dan apakah kondisi ini membuat gizi anak kurang tercukupi.
Beberapa kekurangan orang tua muda dalam membesarkan anak pertama ini pasti juga bayak pembaca lihat ya. Atau apakah Ayah Bunda juga mengalaminya?

Jangan khawatir, semua kekurangan tersebut bukan berarti orang tua harus merasa terus bersalah kepada anak pertama ya. Banyak sumber menyebutkan justru efek kondisi pasangan muda ini juga membentuk kelebihan anak sulung lho.

Sebagaimana menurut theasianparent.com, bahwa anak pertama punya ciri khas yang tidak sama dengan anak lainnya. Saya lihat semua poin dalam artikel tersebut adalah kelebihan yang perlu Ayah Bunda syukuri dari anak sulung ayah bnda.

Meskiun begitu, anak sulung yang orang tuanya yang masih banyak keurangan merupakan celah kekurangan juga dalam bagi sang anak. Jadi, poinnya sih kita perlu semakin sayangi dan perhatikan anak sulung kita. Terus support ia sampai menjadi pribadi yang unggul, hebat dan luar biasa.

You May Also Like

Leave a Reply