4 Sumber Patah Hati dalam Ikatan Pernikahan, Penyebab Perceraian Paling Besar

Berawal dari membaca artikel Blogger senior, Mas Ilham Sadli dengan judul “tentang kitab patah hati”, saya terinspirasi menulis topik serupa. Bedanya, tulisan ini membahas tentang patah hati versi perempuan yang telah menikah. Hayo mau curhat ya? Hihi.. Bukan sih, tapi lebih kepada mencoba merangkai pendapat soal hantu horor bernama “patah hati” dalam relationship yang lebih senior.

Membaca tulisan Mas Ilham, saya teringat kisah-kisah patah hati sebelum menginjak fase pernikahan. Ada teman yang sampai menangis dengan sangat pilu karena tak menyangka kekasihnya tega. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba menikahi perempuan lain. Ada juga yang menelungkupkan muka di bantal sambil menelan air matanya sendiri, lantaran putus cinta ketika masih sayang – sayangnya. Wiw.

Kisah-kisah seperti itu pula yang seringkali diangkat ke layar kaca, menjadi inspirasi Film Televisi (FTV), film layar lebar, dll. Banyak novel dan puisi merekrut ribuan hingga jutaan kata dan tinta untuk cerita-cerita romansa anak muda. Patah hati menjadi salah satu topik besarnya.

Namun, patah hati sesungguhnya bukanlah milik kaum muda saja. Bukan pula hanya milik mereka yang belum mengikat janji suci. Bukan berhenti seperti ending kisah Disney yang menceritakan sang gadis dan pangeran yang akhirnya menikah, “dan mereka pun bahagia selamanya.” Kenyataan hidup tidaklah begitu, Sobat Muda.

Kamu pasti sudah khatam juga dengan drama korea (drakor) yang populer belakangan ini, “The World of Marriage”. Itulah sebuah clue yang memberikan gambaran bahwa patah hati masih mengintai bahkan saat janji suci sudah terikat. Ikatan yang bisa jadi dianggap sakral yang disatukan oleh cinta, keluarga, dan agama. Sehingga semua nampak final. Padahal, justru karena ikatan pernikahan itu terlalu serius, patah hati yang terjadi mungkin lebih ngenes, sadis, dan penuh ironi.

Taruhlah, drakor lain yang berjudul “Cruel Temptation”, “The Last Empress” bahkan yang memuat cerita romantis komedi seperti “The Legend of The Blue Sea” saja, masih disisipi kisah patah hati tingkat lanjut. Patah hati bagi kelas senior. Cerita ibu Hoe Jon Jae yang harus pergi dari rumah karena suami menikahi perempuan lain.

Semua drama korea di atas memberikan kisi-kisi bagi yang belum menikah, bahwa patah hati akan bisa terjadi tanpa mengenal ending. So, bagi yang akan melenggang ke pelaminan, I just wanna say, “Welcome to the jungle, Dear..”

Heloo… Pernikahan Sangat Punya Banyak Celah untuk Patah Hati

Pernikahan itu adalah fase di mana seorang laki-laki dan (satu atau beberapa) perempuan bersatu dalam ikatan janji suci.
Bentar… di kalimat pertama itu ada yg merasakan tusukan di hati? (usap muka dulu ah…)

Lanjut..

Sepertinya sudah menjadi rahasia umum bagi kaum emak (perempuan yang sudah menikah lama) atau mungkin bapak (laki-laki yang sudah menikah lama atau diperbaharui, haha), bahwa mereka tidak menggunakan cinta (dalam arti cinta sepasang kekasih) dalam rumah tangga. Bahkan, orang tua banyak yang bilang, “Ya kalau suami seneng perempuan lain nggapapa, yang penting cuma naksir. Ngga ada usaha buat kawin lagi.” Saya pernah menulisnya di sini.

So, bagi para pemuja cinta, sebaiknya mulai pikir ulang. Nikah buat cinta-cintaan bagaikan berjalan di kegelapan. Ada suara ranting saja, pasti bakal resah. Ada gelegat suami senyum-senyum sambil chat di hape pasti jadi bahan pertengkaran. Cinta adalah tiket untuk terjun ke jurang patah hati. Hiyaah!

Belum lagi, bahaya lainnya yang bukan sekedar ranting atau suara angin di kegelapan yang bisa jadi mengintai kamu-kamu yang berbekal cinta dalam menikah. Apalagi jika hanya bermodal cinta (tanpa pertimbangan matang), kamu perlu tahu beberapa celah besar untuk patah hati dalam ikatan pernikahan. Cari tahu celahnya biar bisa waspada titik mana yang bakal berpotensi terperosok ya.

1# KDRT

KDRT
ilistrasi KDRT by Freepik

KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga merupakan prilaku yang dapat merusak kasih sayang.

Pria yang katanya cinta tapi bicara kasar, bisa membuat perempuan terluka. Bukan karena kasarnya ucapan, namun perempuan memahami bahwa mungkin pasangan sudah tidak cinta lagi.

KDRT membuat cinta dalam pernikahan yang seharusnya menjadi cinta sejati, justru menjadi penderitaan. Ya, sesungguhnya keutuhan cinta itu sendiri hanya bisa dipertahankan dengan prilaku yang baik terhadap pasangan hidup.

KDRT sebenarnya bisa disebabkan oleh faktor internal atau faktor eksternal. Faktor internal lebih kepada karakter diri pasangan kita. Jika pada dasarnya memiliki sifat kasar dan ego yang tinggi pasti cenderung terjadi KDRT.

Adapun faktor eksternal adalah segala kondisi yang memicu terjadinya KDRT. Mungkin rumah tangga yang terlalu banyak beban, banyak tuntutan, atau segala kekecewaan yang berat. Akibatnya, pasangan hidup tidak sabar dan melakukan KDRT.

Efek dari KDRT ini pada akhirnya dapat mengikis rasa cinta di antara pasangan. Bahkan dapat memicu kebencian dan perceraian.

Saya yakin, patah hati karena KDRT juga menyakitkan. Jadi, seleksi calon pasanganmu supaya menghindari KDRT ya.

2# Perselingkuhan

selingkuh
perselingkuhan by Freepik

Kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga adalah hal yang bisa dan sangat besar kemungkinannya. Sudah banyak kasus dan cerita tentang ini. Baik terjadi dalam rumah tangga orang-orang yang kita kenal, artis dan selebritis, bahkan mungkin dialami diri sendiri.

Ada yang suaminya nikah lagi secara diam-diam, ada yang menjalin hubungan asmara dengan perempuan lain dan sering kencan, ada yang bahkan jelas dan terang-terangan nembak banyak perempuan sementara istri tahu hal itu.

Makan hati, itu pasti. Namun, saya tidak ingin memaki atau mengambil sisi perasaan subjektif di sini. Logikanya, setiap perilaku tidak bisa disamaratakan. Mungkin ada yang memang istrinya membuat marah, membuat bosan, atau memang orangnya sendiri memang neko-neko. Pasangan yang belum bisa memaknai perannya dalam rumah tangga. Doi tidak serius menjalani statusnya dalam pernikahan.

Sebenarnya memang manusiawi, tidak ada orang yang mencintai satu orang yang sama seumur hidup. Ulangi ya, “tidak mungkin ada orang yang terus mencintai orang yang sama seumur hidupnya.” Gimana? Sudah ngena sekarang? (Ngegas banget!) Ya, saya juga tidak bisa seratus persen yakin, karena kebenaran hanya Tuhan yang tahu.

Itulah kenyataan hidup. Itulah tantangan nyata yang kamu hadapi saat mengikat janji suci pernikahan. Jangan dikira akad lalu beres. Fiuh!

Menikah bukan sekedar berjuang di saat kekurangan harta lalu tabah dan bertahan. Bukan pula menahan ucapan-ucapan rasa cabe dari mertua atau ipar (mungkin). Bukan hanya itu. Tapi kompak mempertahankan keutuhan rumah tangga dan mengembalikan cinta pada posisi semula. Ingat, “terus berjuang mengembalikan cinta pada posisi semula”.

Gimana? Kamu sudah siap dengan hal itu?

3# Penyalahgunaan Poligami

poligami jpg
ilustrasi poligami by Freepik

Hak poligami ada pada pria atau suami. Itu memang tidak bisa dipungkiri. Tidak ada peluang untuk poliandri memang. Oleh karena itu, disini bisa saya katakan bahwa poligami juga merupakan celah besar patah hati untuk kaum perempuan.

Ya, dengan kata lain bisa dipahami bahwa poligami semacam tiket khusus bagi suami untuk mematahkan hati istrinya. (Kok terasa sarkastik ya? hiy..)
Begini. Poligami yang sesuai ketentuan agama sebenarnya “mungkin” tidak masuk kategori celah untuk patah hati. Ada kok perempuan yang memang menganggap poligami adalah hal biasa dan ingin mendapatkan pahala darinya. Surga yang dirindukan, may be.

Namun, karena gerbang “mendua” itu sudah laten menjadi milik pria, maka penyalahgunaan poligami juga banyak dilakukan kaum pria. Rasanya jarang sekali saya mendengar ada istri diam-diam menikahi pria lain tanpa sepengetahuan suaminya. Malah jika terjadi pun, beban moral lebih besar.

Penyalahgunaan poligami seperti apa? Ya itu, yang asal menikahi perempuan lain tanpa sepengetahuan istri. Yang jelas suami paham bahwa istri akan sangat sakit hati jika mengetahui dirinya menikah lagi. Poligami yang hanya didasari nafsu sesaat dan tidak mempertimbangkan masa depan anak dan keluarga.

Oleh karena itu, poligami yang disalahgunakan cenderung menjadi celah patah hati yang besar bagi perempuan setelah menikah.

4# Perkuat Pusat Perbanyak Cabang

Apa lagi ini? Oh ya cerita mengenai konsep Perkuat Pusat Perbanyak Cabang ini pernah saya share di Grup Facebook KBM (Komunitas Bisa Menulis).

Istilah perkuat pusat perbanyak cabang saya dapatkan dari seorang teman pria. Arti dari istilah ini adalah ketika suami begitu menyayangi istrinya, memperlakukan istri dengan sangat baik di rumah, bersikap sebagaimana ayah yang sempurna. Lalu?

Namun, di luar rumah ia memunguti kebahagiaan dari banyak cinta. Ya, semacam hiburan atau memang hatinya selalu haus akan cinta yang baru. Sejenis pecinta wanita. Selalu mudah jatuh cinta kepada perempuan yang menarik hati dan mendekatinya untuk membahagiakan hati. Kurang lebih begitu.

Emang ada yang begitu? Silahkan cari saja sendiri ya Sobat..

Kalau saya banyak menemukan ini terjadi kepada pria yang sudah cukup berumur. Sekitar 40 tahunan lebih. Yang muda juga mungkin ada sih. Mungkin sebagian mereka merasa jenuh dengan pernikahan, namun tetap menyayangi istri dan anak-anak.

Ada yang menyebutkan istilah “puber kedua” bagi kaum pria. Walaupun teori ini sempat ada yang membantah, tapi kenyataannya banyak terjadi kok.

Apakah saya menakut-nakuti pembaca bahwa suaminya pasti akan melakukan itu di usia kepala empat nanti? Bukan itu sih tujuannya.
Saya hanya ingin mengajak waspada. Who knows kan? Kenyataannya memang sering terjadi tapi bukan berarti tidak bisa diantisipasi.

Epilog

Sekali lagi, saya tidak ingin menakut-nakuti pembaca atau menciptakan rasa cemas. Justru ingin membuat pikiran kita lebih logis sebagai perempuan. Lebih berhati-hati dan menghindari trauma terburuk.

Trauma terburuk seperti apa? Saya gambarkan lewat cerita nyata ya.
Ada istri yang sejak awal dan sampai akhir selalu percaya sepenuh hati kepada suaminya. Dia pun terus mengalir dengan rutinitas rumah tangga penuh kepasrahan. Konsep ikhlas yang menurut saya terlalu disalahpahami.

Apa yang terjadi? Suami menikahi perempuan lain di saat si istri sudah tidak memiliki kemampuan untuk berkembang, tidak mempersiapkan diri sejak awal. Suami sudah sukses dengan pekerjaannya, sedangkan istri yang patah hati hanya bisa menelan kesedihan dan sakit-sakitan secara fisik.

Istri pergi dari sisi suami membawa anak semata wayangnya. Istri yg sejak awal tidak pernah bersiap diri, hanya rutin mengurus rumah dan dapur, hanya bisa menyambung hidup dengan berjualan di pinggir jalan sambil membawa kondisi badan yang mulai sakit. Tidak lama ia meninggal dunia.

Ngarang ya? Kaya sinetron aja. Hey, ini nyata terjadi kepada orang tua teman saya. Dan kondisi yang mirip juga terjadi kepada tetangga saya.

Perempuan terlalu pasrah dengan peran yang diinginkan suami, tidak waspada, dan terlalu percaya kepada pasangan. Waspada bukan berarti berpikir negatif dan terus cemas. Namun, tetap bersikap positif, memberikan kepercayaan kepada suami, namun harus ada celah untuk berjaga-jaga.

Berjaga-jaga bisa dengan mengetahui pergaulan suami, mengetahui pekerjaan suami, bahkan sebisa mungkin, sejak awal menikah, wanita harus mandiri secara finansial. Jika tidak memungkinkan, bisa berusaha sedikit demi sedikit menjajal sebuah pekerjaan di sela-sela waktu luang selama mengurus rumah tangga.

Saya kira cara itu bisa menjadi jalan bagi perempuan supaya tetap berdaya, terhindar dari traumatis, dan pastinya produktif. Ingat, diri yang kuat dan percaya diri malah justru membuat orang lain juga menghargai kita. Bisa saja kan, jika kamu, Sobat Muda menjadi perempuan yang berdaya, justru suami kamu berpikir ratusan kali untuk mengecewakan kamu.

Stay strong and logic, Ladies…

You May Also Like

6 Comments

  1. Fanny_dcatqueen Agustus 24, 2020 at 4:46 pm

    Pernikahan pertamaku gagal Krn si mantan ngerasa ga bisa bertahan sejak aku kuliah di Malaysia. Katanya dia kesepian.. mungkin dia kira aku hura2 dan ga pusing Ama tugas kuliah di negeri orang :p.

    Tp aku tipe yg ga akan mau Nerima cowo tipe sampah begitu pas tau dikhianatin. Buatku, kesalahan apapun dr pasangan aku bisa maafin, kecuali SELINGKUH. Aku bakal pilih cerai, ga peduli ada anak ato ga. Krn saat kepercayaan udah hilang samasekali, untuk apa lagi menjalin hubungan.

    Syukurnya suami yg skr berbeda dari yang pertama. Aku pun ambil pelajaran dr perceraian pertama mba. Setidaknya aku ga mau begitu aja nerimo2 dari suami. Aku hrs bisa mandiri juga dr segi financial. Jadi saat terjadi apa2, setidaknya aku ada modal utk berdiri sendiri 🙂

    1. Iim Rohimah Agustus 25, 2020 at 12:52 am

      betul Mba… Saya paling miris kalau ada perempuan disakiti baik fisik maupun mental, namun tidak bisa menghindar dengan alasan anak atau ekonomi.

  2. Reyne Raea Agustus 25, 2020 at 11:36 pm

    Saya dulu tumbuh besar dalam pemandangan orang tua berantem hampir tiap hari.
    Bapak kasar dan membentak mama,serta memukul saya dan kakak.
    Saya kesal minta ampun, bapak saya nggak punya kerjaan tetap, suka merokok dan mabuk-mabukan, syukurlah bapak saya nggak pinter, jadi dia nggak judi hehehe.
    Mama saya yang kerja cari uang, membiayai kami semua, menyekolahkan anak-anaknya sampai sarjana.
    Setiap kali mereka bertengkar, saya berdoa biar mereka segera cerai.
    Ngapain juga harus sama bapak? mama punya kerjaan tetap, kami makan dan sekolah dari mama.
    Waktu saya kuliah, bapak saya bikin masalah, dia kecantol perempuan lain dong.
    Daaann, saya gemeessss dan gregetan, saat tahu mama malah melabrak perempuan itu.
    Astagaaaaaa…. sooo bucin banget sih mama saya itu.
    Buat apa coba laki-laki kayak gitu, mbok ya dijual aja biar sedikit manfaat, itu pemikiran saya dulu.

    Hal itu membuat saya bertekat nggak bakal mudah dekat dengan lelaki atau bahkan nggak mau nikah.
    Sampai saya bertemu dengan lelaki yang (terlihat) sabarnya minta ampun.
    Saya luluh, dan akhirnya menikah juga sodara.
    Oh ya, saya pacaran selama 8 tahun, selama itu saya berulah, dia sabar banget dan selalu mengejar saya.

    Setelah nikah? baru aja nikah saya udah dibentak dong, hahaha.
    5 tahun pertama, dia coba selingkuh, dan terang-terangan mengatakan kepada saya, kalau dia udah nggak mau lagi nerusin pernikahan sama saya.
    Saya yang juga egonya besar, menerima tantangannya, pas juga saya di rumah mama saya.
    Cerai? ya udah! iya juga kalau saya cerai dengan keturunan Abu Rizal Bakri hahaha.

    Sayangnya, besoknya anak saya sakit, dia manggil-manggil papinya.
    Saya pikir dia gitu karena nggak ada teman di sana, saya ajak ke rumah kakak saya, biar dia main sama anak kakak saya, dan melupakan kerinduannya sama papinya.
    Eh yang ada malah dia makin parah, gara-gara diejek nggak punya papi.

    Sedih saya jadinya, balik ke rumah mama dan nangis di sana.
    Sampai suatu sore mama saya bilang,
    “Rey, kamu pikir mama nggak mau cerai sama bapakmu karena mama cinta mati sama dia?
    Bukan, Nak!
    Mama nggak bisa cerai, karena mama juga tidak punya keluarga yang bisa diandelin.
    Mama bisa bertahan hidup, bisa berkarir sampai sekarang, sedikit banyak juga karena bapakmu.
    Demikian juga mama bisa nyekolahkan kalian, sedikit banyak karena bapakmu juga.
    kalau mama cerai dari bapakmu, mungkin kalian nggak bakal bisa sekolah sampai lulus.
    Karena belum tentu mama mau nyekolahkan kalian.
    Bisa jadi mama malah nikah lagi, punya keluarga baru, dan mohon maaf, tentu saja mama ingin melupakan kenangan tentang bapakmu, tentu saja mama akan menjaga jarak dengan kalian yang mengingatkan mama kepada bapak”

    Saya langsung JLEB banget!
    Saya lalu teringat, seburuk-buruknya bapak, tapi beliau juga berperan dalam sekolah kami.
    Bapak malah yang sering memaksa mama untuk mencarikan uang buat kami sekolah.

    Sekarang, setelah menikah, saya akhirnya bisa mengerti keputusan mama menjalani hidup yang (terlihat) tidak bahagia dengan bapak.
    Pertama, karena mungkin belum putus jodohnya,mau kita gunting pakai pedang kek, atau gunting tanaman, kalau memang masih jodoh ya susah berpisah.
    Kedua karena mama sadar, mempunyai anak memang adalah sebuah pengorbanan dan tanggung jawab.
    Ketiga karena kasian sama bapak

    Pada akhirnya, kita memang hanya bisa berusaha dan berdoa serta pasrah, mem-pause semua keinginan bahagia versi kita, meng-accept semua yang terjadi, dan fokus ke solusi yang mendatangkan kebahagiaan.
    Tentunya, sebagai orang tua, tidak selamanya kebahagiaan kita adalah kebahagiaan anak juga.
    Contohnya? KrisDayanti hehehee

    Begitu kira-kira 🙂
    Semua orang bertindak atas sikonnya masing-masing 🙂

    1. Iim Rohimah Agustus 26, 2020 at 2:32 am

      benar-benar dramatis mba.. namun akhirnya hikmah dari itu semua membuat mama dan juga mbak menjadi perempuan yang lebih strong dan bijaksana ya. Saya cuma bisa ngasih aplause karena mampu melewati semua itu….

  3. Ella Fitria Agustus 29, 2020 at 8:54 am

    dalem banget ya ternyata patah hati dalam pernikahan. hhh
    dulu patah hati masih pacaran aja rasanya oh tuhan berat sekali, tp baca cerita di atas ternyata ada yang lebih sakit dan berat. hhh
    semoga dengan tulisan ini bisa membuka wawasan kaum perempuan di luar sana ya mbak, supaya makin berdaya dan mandiri 🙂

    1. Iim Rohimah September 3, 2020 at 7:54 pm

      sebenarnya apa yang saya tulis hanya berupa “kemungkinan” yang mau tidak mau harus kita siapkan. makanya banyak orang yang senior pada akhirnya mengambalikan niat menikah kepada “ibadah” agar lebih tabah, ikhlas, dan lebih kuat.

Leave a Reply