Pengalaman Melahirkan Normal Lancar, Usia Kandungan 41 Minggu

Saya mau cerita tentang pengalaman melahirkan normal lancar anak kedua, ya Bun. Alhamdulillah tepatnya sabtu pukul 10.23 WIB, tanggal 4 januari 2020 anak kedua kami lahir. Ia berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan (bb) 3,7 kg. Ia lahir secara normal dan lancar.

Bayi Lahir H+7 dari HPL (Usia Kehamilan 41 Minggu Persis)

Selama beberapa hari menjelang persalinan, saya dan suami lumayan cemas. Mengingat teman yang sama-sama hamil di hari perkiraan lahir (hpl) yang berdekatan sudah persalinan satu per satu.

Hpl saya waktu itu adalah tanggal 25 desember 2019 kata obgyn dan 28 desember 2019 kata bidan. Kalau obgyn biasanya melihat dari hasil usg janin, sedangkan bidan dari tanggal menstruasi.

Sebagai gambaran, saya rutin periksa kehamilan bulanan di puskesmas dengan bpjs. Sedangkan USG di RSU St. Elizabeth dengan biaya pribadi.

Kecemasan Makin Besar Ketika Menjelang Hari Perkiraan Lahir (HPL)

Kecemasan menjelang persalinan membuat saya berharap dedek bayi lahir lebih cepat supaya semua segera terlewati. Kata bidan, biasanya persalinan lebih cepat atau terlambat dua minggu dari hpl.

Namun, justru karena adanya harapan itu, saya malah makin cemas. Bukannya debay lahir lebih cepat, malah hingga hpl tidak kunjung ada tanda-tanda mau melahirkan.

Tanggal 23 desember 2019 periksa rutin di puskesmas. Menjelang usia kehamilan 9 bulan periksa menjadi intens yaitu seminggu sekali. Waktu itu bidan memberikan gambaran dan harapan semoga dalam seminggu ke depan, bayi sudah lahir.

Hpl lebih dua hari tepatnya 30 desember 2019 jadwal periksa rutin di puskesmas, saya belum lahiran. Bidan memberikan penjelasan bahwa persalinan masih diberi kesempatan satu minggu setelah hpl. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kata bidan. Selain kondisi janin sehat menurut hasil pemeriksaan bidan, persalinan melebihi hpl juga merupakan hal biasa.

Kondisi Kandungan yang Perlu Diwaspadai Jika Melebihi HPL

Meskipun katanya kandungan melewati hpl itu hal biasa, namun Bidan mengingatkan ada hal yang perlu diwaspadai dan harus segera melakukan tindakan bila :

Gerakan Bayi Berkurang

Apabila gerakan bayi terasa berkurang atau hilang, saya harus langsung bisa minta rujukan agar diperiksa ke RS. Khawatir bayi dalam kandungan kenapa-napa.

Saya makin cemas karena sore harinya ada teman bercerita bahwa ia pernah hamil melewati hpl dan ternyata ketuban sudah keruh. Ia pun menyarankan agar saya jangan menunggu tapi segara USG saja melalui pendaftaran umum. Demi kesehatan janin, jangan ngoyo pake bpjs, katanya mendesak saya.

Dan benar, malam harinya debay kok terasa tidak aktif seperti biasanya. Tahu kan Bun, biasanya janin aktif bergerak menjelang bundanya mau tidur. Ini tidak. Saya tunggu gerakan aktif dedek hingga pagi. Ada sedikit tapi saya merasa berbeda dari biasanya.

Pagi harinya saya pun kembali ke puskesmas dan minta rujukan. Bidan pun memeriksa kandungan dengan rabaan di perut serta periksa detak jantung bayi. Namun hasilnya, bayi sehat-sehat saja dan katanya aktif bergerak. Hanya saya tidak merasakan saja. Apalagi sejak awal bidan memang menyebutkan bahwa kulit perut saya tebal dan mungkin ketuban nya banyak. Wajar kalau bayi aktif tapi kadang tidak terasa.

Meski demikian, bidan tetap mengacu kepada apa yang saya rasakan. “Kami sebenarnya yakin bu, kandungnya ibu sehat kok. Tapi karena perasaan ibu janin gerakannya berkurang, kami ikut saja permintaan ibu.” Lalu, bu bidan pun membuatkan surat rujukan dan menjelaskan bahwa permintaan rujukan bpjs hanya sekali saja waktu itu. Jadi, besok lusa tidak diberi lagi. Semisal dokter di RS minta kontrol tidak bisa minta rujukan bpjs lagi dari puskesmas.

Namun, saya jadi nggak enak sama bu bidan yang yakin mengenai kondisi kesehatan bayi dan tetap menuruti perasaan saya. Aneh setelah saya diberi surat rujukan, saya malah mulai nerasakan gerakan aktif dedek bayi. waduh…

Ah ya, waktu itu saya menunggu suami yang akan menjemput saya di puskesmas dan sambil makan sepotong brownies. Setelah itu, dedek bayi tiba-tiba aktif terasa seperti biasa. Katanya memang bila gerakan janin tidak terasa atau berkurang, salah satu tips nya Ibu hamil disarankan makan makanan manis.

Apabila Air Ketuban Sudah Keruh atau Berkurang

Tapi karena saya mengingat ucapan teman, saya pun tetap berangkat ke RSU rujukan. Sekalian bisa mengecek kondisi debay, plasenta, air ketuban, dll. Dan sekalian memastikan apakah benar RSU itu menerima pasien melahirkan normal dengan bpjs seperti kata teman saya yang beberapa waktu lalu telah melahirkan.

Tiba di ruang USG di RSU rujukan, diperiksa dan alhamdulillah debay dan kandungan sehat secara keseluruhan. Yang cukup menegangkan adalah berat badan bayi sudah 3.7 kg. Lumayan besar untuk rencana melahirkan normal. Apalagi belum ada tanda-tanda.

Setelah evaluasi oleh obgyn, kandungan diberi waktu hingga sabtu tanggal 4 Januari 2020. Jika hari itu belum melahirkan, maka periksa lagi dan ada kemungkinan akan diinduksi. Bila kondisi mendorong untuk itu. Semisal ketuban sudah sedikit atau bayi tambah besar dll.

Mulai Merasakan Kontraksi Palsu di H+3

Hari rabu tanggal 1 Januari saya mulai merasakan kontraksi palsu. Itu berlanjut hingga keesokan harinya. Namun hanya terjadi di sore hari saja.

Saya pun tambah giat senam hamil di rumah dan jalan pagi. Jarak berjalan kaki pun saya tambah biar lebih mempercepat persalinan.

Tanggal 3 Januari tidak ada kontraksi palsu sama sekali. Baru, pada pukul 3 dini hari tanggal 4 Januari 2020 tepatnya hari sabtu saya merasakan kontraksi namun mirip dengan kontraksi palsu sebelumnya.

Kontraksi yang Asli H+7, Sepertinya Saatnya Persalinan

Kontraksi terus seperti itu dan saya mengabaikannya. Saya masih yakin itu kontraksi palsu. Soalnya sama persis dan durasinya cukup jauh serta tidak ada nyeri sama sekali.

Pukul 04.30 saya masih bisa melaksanakan shalat subuh dengan tenang dan nyaman. Pukul 05.00 saya masak dibantu adik perempuan saya.

Pada saat memasak, kok kontraksinya agak terasa kencang namun tidak begitu sakit. Cuma, saat kontraksi itu datang, saya sampai menghentikan kegiatan iris-iris sayuran. Diam sejenak menunggu kontraksi hilang. Lanjut masak lagi. Dan seterusnya hingga pukul 06.00 masak selesai saya lanjut sarapan.

Kondisi kontraksi masih sama, nyeri ringan dan saya masih mengira itu konpal alias kontraksi palsu.

Saya menyiapkan perlengkapan untuk periksa ke RSU karena memang hari itu sudah ditentukan sebagai tanggal kontrol.

Setelah persiapan, saya masih bisa mandi tanpa gangguan. Hanya saja, di dalam kamar mandi gelombang kontraksi mulai agak mengganggu. Cukup menghentikan kegiatan gosok-gosok badan. Di situ saya mulai curiga bahwa itu pertanda akan melahirkan. Namun, masih tidak yakin karena belum ada flek darah keluar sama sekali.

Setelah mandi dan berpakaian, saya berdandan dan memakai lipstik. Kenapa? (sedikit selingan ya..) Soalnya saya tanpa lipstik itu terlihat pucat. Khawatir hari itu benar-benar akan melahirkan dan membuat para tenaga medis kasihan. Hihi… Setidaknya jika saya nampak segar, orang akan memperlakukan saya biasa saja. Apalagi saya menyadari bahwa muka saya bukan muka sumringah seperti mereka yang ceria. Biasanya saya nampak lesu apalagi jika ditambah kondisi melahirkan, takutnya aura saya tidak menyenangkan bagi yang melihat. Dan saya percaya itu biasanya berpengaruh kepada pelayanan dan semangat mereka yang melayani kita. Begitu sih keyakinan saya.. Maka hari itu saya pun tampil dengan wajah cerah lipstik orange ombre merah. Biar menutupi wajah lusuh dan memelas alami yang saya punya. Hehe

Berangkat Ke RSU St. Elizabeth, Langsung Masuk IGD

Karena situasinya cukup meyakinkan bahwa saya akan melahirkan, saya minta suami membawa perlengkapan melahirkan yang sudah disiapkan jauh hari. Satu tas besar.

Pukul 08.00 kami pesan grab car segara. Saat menunggu mobil datang, kontraksi terasa lumayan sakit dan teratur. Tapi belum ada keluar darah sama sekali. Apa betul saya akan melahirkan? Pikir saya. Tapi bagaimanapun ini sudah hari kontrol ke RSU. Kami memang tetap harus berangkat. Ingat, saya diminta datang oleh obgyn memang hari itu, sabtu 4 Januari 2020.

Di jalan, kontraksi makin kencang namun tidak terlalu sakit. Karena kondisi saya, maka setiba di RSU kami putuskan masuk melalui IGD dan suami mengatakan ke perawat bahwa saya mau melahirkan.

Sudah Bukaan Empat, Saya Tidak Menyangka!

Saya diminta naik kursi roda dan masuk ruangan periksa. Bidan pun mengecek dalam. Kaget juga, katanya saya sudah bukaan empat. Hah? saya dan suami terkejut.

“Sudah keluar darah belum bu?” Tanya bidan. Saya jawab belum. Namun saya ingat lagi, sekitar 3 hari berturut-turut lendir kehamilan itu sedikit bercampur warna pink. Namun, saya tidak mengira itu bercak darah karena sangat-sangat kecil dan sedikit sekali. Tapi, sekarang saya menganggap mungkin itu bercak darah yang biasanya menjadi tanda mau melahirkan. Cuma, keluarnya sedikit sedikit. 

Langsung Dibawa ke Ruang Bersalin

Setelah dinyatakan bukaan empat, perawat langsung mengantar saya ke ruang bersalin. Saya diminta berbaring. Namun, waktu itu saya merasa nyaman berdiri di samping tempat tidur dan bisa berpegangan ke pembatas ranjang saat kontraksi datang.

Perawat mengiyakan. Tapi, tak berselang lama datang dua perawat lain dan meminta saya naik dan tiduran untuk periksa tekanan darah, ambil sampel darah, dan periksa bukaan lagi.

Saat tiduran, mulai lah rasa sakit mendera. Yang tadinya masih bisa saya nikmati, jadi menyakitkan. Saya berpegang ke besi ranjang menahan rasa sakit. Waktu itu suami masih di area IGD katanya mengurus administrasi dan lain sebagainya.

Beberapa saat kemudian, suami saya datang dan memegang tangan saya. Saya tanya pukul berapa, suami bilang pukul jam 9.00 WIB.

Suami mulai siaga menyiapkan minum di samping saya dan bertanya minta apa. Saya minta minum dan minta ia berdiri di samping saya. Suami mengelus elus punggung saya untuk meredakan rasa sakit.

Tak henti-hentinya suami menyuruh saya sabar, berdzikir, dan menawari minum atau madu. Saya pun mengiyakan.

Lama kelamaan rasa sakit kontraksi makin menjadi dan makin sering. Sampai akhirnya saya tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Entah bagaimana saya tidak bisa mengontrol diri sehingga saya menangis keras sejadi-jadinya. Suami menenangkan dan meminta untuk beristighfar dan bersabar. Ia menuntun saya bernafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Namun masih belum bisa saya ikuti.

Aneh, walau sudah belajar dan latihan sewaktu hamil, tetap saja saat melahirkan ilmunya jadi susah diamalkan. wkwk

Saya berkali-kali masih menangis cukup keras sehingga suaminya pasien melahirkan di ruang sebelah sampai menengok ruangan kami. Mungkin ia jadi kepo. Hehe.. Apalagi tangisan saya lumayan memilukan. atau mungkin ia dan istrinya terganggu. Istrinya juga sama-sama sedang proses menuju lahiran dan telah datang lebih awal.

Suster pun datang dan meminta saya tidak bersuara. Karena malah menambah rasa sakit, katanya. Ia menyuruh saya bernafas panjang dan sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara sama sekali. Saya berusaha keras untuk menuruti petunjuk mereka. Dan syukurlah akhirnya berhasil.

Sekuat apapun kontraksi yang datang, saya hanya menarik nafas dan membuang nafas sambil memeluk erat perut suami. Yang saya ingat saya begitu gemetar menahan sakit dan mulas yang mendera berkali-kali. Rasanya luar biasa.

Sampai akhirnya saya tidak bisa menahan diri ingin mengejan berkali-kali. Perawat bilang belum saatnya. Apalagi terhitung waktu itu masih pukul 09.30 Masih sekitar satu jam lebih dari bukaan 4.

Proses Mengejan Penuh Drama

Sekitar 09.40 ketuban pecah dan suster sepertinya langsung mengabari dokter obgyn. Saya kurang menyadari apa yang dilakukan oleh orang-orang sekitar saya. Saya sibuk dengan kondisi saya yang sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit dan rasa ingin mengejan.

Pukul 10.00 dokter datang dan bertanya kondisi saya. Obgyn tersebut memeriksa bukaan menyuruh saya terlentang mengambil posisi mengejan.

Saya pun kaget. Tahu-tahu sudah diminta mengejan. Obgyn bilang saya sudah bukaan lengkap. Kok cepet banget. Pantesan sakitnya kaya gitu. Pikir saya.

Dokter dan bidan sudah siaga. Suster sekitar 3 orang (kalau nggak salah) ikut membantu di samping saya. Ada yang mendorong perut dan ada yang memegang pundak dan membantu tangan saya supaya berpegangan ke kaki.

Sayangnya saya lemas dan susah sekali memegang kedua kaki saya.

Dokter mendesak agar saya mengejan dengan benar. Berkali-kali saya mencoba, salah terus. Aduduh… Saya menarik nafas, malah pipi saya kembung kaya mau niup balon. Dokter mulai gemas dan para suster ikut memberikan arahan.

Mereka mendesak saya membayangkan bagaimana mendorong saat pup. Dan anehnya saat itu malah jadi lupa. Sampai saya mau nangis. Pengen debay segera keluar, tapi saya malah kalut. Terlebih di area jalan lahir terasa sangat nyeri bercampur perih. Membuat saya ingin segera mengakhiri proses itu.

Apalagi dokter dan perawat mulai kaya gemas gitu. Jujur, mereka semua terasa galak waktu itu. Emang dokternya sampai mendenguskan nafas gitu. Perawat nya juga ikut-ikutan. Dududu.. kenapa kah ini?

Akhirnya, yang Dinantikan Datang Juga

Saya mencoba lagi tanpa menghiraukan situasi sekeliling saya yang nampak tegang. Akhirnya saya bisa mengejan dengan benar. Dan.. setelah tiga kali mengejan, bayi yang saya nantikan keluar lalu menangis. Ia terlahir sempurna dan sehat pada pukul 10.23 WIB.

Saya begitu lega dan tersenyum ke arah suami saya. Bidan dan perawat mengurus bayi saya segera. Mulai dari memotong tali pusat dan mengelap tubuh bayi saya.

Dokter yang tadinya tegang, kini tersenyum dan menyuruh saya mendekapkan tangan kanan di dada untuk bersyukur memuji Tuhan katanya. Oh ya baru ingat beliau seorang katolik. Lalu saya menurut, dan mendekapkan tangan di dada bersyukur seraya berucap “alhamdulillah” dengan lirih penuh syukur dan bahagia.

Dedek bayi pun dilekatkan ke dada saya untuk inisiasi menyusui dini (IMD). Suami mendekat dan melantunkan azdan di telinga bayi kami dengan suara lirih.

Saat IMD ini dokter mengeluarkan ari-ari dan menjahit luka jalan lahir. Katanya lumayan besar robekannya sehingga saya merasakan dua kali suntikan bius di jalan lahir itu. Tapi entah kenapa selama proses itu tidak merasakan sakit. Entah bius yang cukup efektif atau situasi yang membahagiakan dan perhatian saya teralihkan ke bayi di pangkuan saya.

Namun, tak lama salah satu suster mengambil bayi saya untuk dipindah ke ruang bayi.

Proses selesai hingga suster yang paling ramah di situ memasangkan pembalut bersalin. Ia pun mengatakan untuk beristirahat dan mencoba miring kiri kanan nanti ketika tubuh dirasa mulai mampu melakukannya.

Setelah suasana tenang, suami saya baru bilang bahwa tadi saat melahirkan, katanya saya buang air besar. Sampai tercecer ke luar paha kanan saya dan dilapi oleh suster. Aduh jadi malu. Padahal pagi harinya saya sudah buang air besar lho. Mungkin saking sakitnya melahirkan.

Menunggu Pindah Ke Ruang Inap

Suster pun beberapa kali datang mengecek kondisi saya. Pertama mengecek tekanan darah. Selanjutnya memasukkan sebuah pil ke dubur untuk mengatasi ambeien saya katanya. Lalu kunjungan selanjutnya lagi mengecek kondisi pendarahan. Ia mengatakan bahwa saya bisa pindah ke ruang rawat inap setelah mampu mengganti pembalut sendiri di kamar mandi. Terakhir ada suster berbeda datang memberitahukan bahwa ternyata saya baru bisa pindah ke ruang rawat inap dan bertemu bayi setelah saya bisa pipis.

Hingga pukul 14.00 saya masih belum bisa pipis walau sudah bisa ganti pembalut. Tentu dengan bantuan suami dan berjalan sangat pelan dibimbing suami pula. Saat itu, tulang di area selangkangan masing nyeri. Area jahitan pun masih baru dan terasa perih.

Tiga kali ke kamar mandi ingin pipis tapi tidak keluar juga. Saya pun mencoba banyak minum dan berjalan pelan di atas lantai tanpa alas kaki agar segera keluar pipisnya.

Selama proses itu, perempuan di sebelah ruangan saya rupanya belum melahirkan. Ia masih dalam proses kontraksi. Ia menrintih kesakitan. Jadi ingat bagaimana tadi yang saya alami. Saya berdoa semoga dia segera melahirkan dan sehat selamat.

Baru pukul 15.00 WIB dokter datang ke ruangan perempuan itu dan meminta anggota keluarganya pindah ke luar ruangan. Alat-alat sudah siap dan suster-suter serta bidan yang tadi menangani persalinan saya masuk ruangan juga. Terdengar proses yang sama seperti saya mengejan tadi. Tanda bayinya akan lahir juga. Dan.. tangisan bayi pun terdengar. Syukurlah.

Saya yang berusaha untuk bisa pipis dua kali ke kamar mandi lagi hingga pukul 16.00. Dan sekitar pukul 17.00 akhirnya bisa pipis dengan lancar.

Pindah Ke Ruang Rawat Inap dan Pulang Keesokan Harinya

Suami memberitahukan kepada suster bahwa saya sudah pipis. Kami pun pindah ke ruang rawat inap. Saya akhirnya bertemu dengan dedek bayi.

Saya menginap semalam dan keesokan harinya saya bisa pulang. Sore hari suami mengurus administrasi dan langsung menghubungi ibu mertua dan adik ipar untuk menjemput.

Kami pun pulang membawa anggota keluarga baru. Anak Laki-laki yang baru lahir mengendarai grab car lagi. Ah, menyadari ada tambahan anggota keluarga, semoga kami segera diberi rejeki berupa mobil (hehe ini curhat kurang nyambung ya). Ya, supaya pergi-pergi jadi lebih mudah. Doanya ya Bunda semua..

Itu kisah pengalaman melahirkan normal lancar saya di RS. Semoga Bunda-bunda yang sedang hamil juga bisa melahirkan dengan lancar serta sehat selamat ya Bun… Oh ya, saya cerita melahirkan ini ada kaitannya dengan postingan melahirkan normal dengan BPJS di rumah sakit. Silahkan kepoin, Bun.

You May Also Like

Leave a Reply