Suka Duka Ibu Rumah Tangga Part 2, Apa Saja Nih?

Suka Duka Ibu Rumah Tangga Part 2 – Bagi sebagian perempuan, memilih menjadi ibu rumah tangga (IRT) tidaklah mudah. Ibu rumah tangga yang hanya beraktivitas di rumah mengurus anak, suami dan rumah, seringkali dianggap sebagai pilihan yang salah. Selain karena merelakan diri sendiri untuk tidak lagi produktif, juga sering rentan dengan ketidakadilan yang diterima sebagai perempuan.

Namun, ada juga yang berpikir sebaliknya. Memilih menjadi irt adalah pilihan tepat. Justru pilihan menjadi wanita karir seringkali mendapatkan stigma negatif sebagai istri maupun ibu.

Terlepas dari opini orang-orang, sebenarnya, menjadi IRT hanya bisa dirasakan oleh mereka yang menjalani.

Tulisan ini mungkin bisa mewakili perasaan para irt atau menjadi gambaran bagi perempuan yang sedang berencana menjadi irt sesudah menikah. Coretan mengenai Suka Duka Ibu Rumah Tangga Part 2, bisa jadi pertimbangan apakah akan resign dari kantor saat menikah nanti atau tetap bekerja. Yuk, ah langsung kita bahas. Oh ya, par 1 nya di artikel saat masih ngetes ngetes skill menulis saya di sini

Duka Menjadi Ibu Rumah Tangga

Lebih baik kita mulai dari duka nya (sisi sedihnya) kali ya. Menjadi irt nggak enaknya di mana kira-kira?

#1 Bosan Tingkat Dewa

ibu rumah tangga yang bosan
ilustrasi kebosanan

Betul jadi irt itu bosan tingkat dewa? Saya sih yes. Ada kalanya keadaan kita sebagai IRT itu begitu membosankan. Serepot apapun, tidak ada yang mengerti. Ada kalanya tidak punya waktu me time sama sekali. Ada masa juga di mana tidak diberi celah bahkan hanya untuk mengisi perut yang lapar. Sabar adalah makanan sehari-hari.

Bosan bagi IRT dikala tidak ada tempat curhat. Sekalinya curhat sama suami, beliau mulai menunjukkan gejala-gejala tidak tertarik. Padahal baru beberapa detik.

Bosan di saat situasi hanya bisa berinteraksi dengan anak dan suami saja. Suami yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, dan anak yang tidak memiliki respon seperti yang kita harapkan. Mereka hanya anak-anak yang ingin diperhatikan.

Aktivitas yang tidak berubah setiap harinya, adalah alasan paling klise bahwa jadi IRT itu membosankan. Dapur sumur kasur. Sekali ke luar rumah untuk me time, dianggap keluyuran.

#2 Kuantitas Bertemu, Tidak Berarti Kualitas Hubungan Juga Baik

pasangan yang bertengkar
ilustrasi hubungan yang renggang

Menjadi irt otomatis bertemu dan bersama pasangan dan anak lebih banyak. Bahkan dua atau tiga kali lebih intens daripada wanita karir.

Namun, bukan berarti intensitas kebersamaan juga menjadi kunci baiknya hubungan dengan anak dan pasangan.

Anak yang besar di daycare, menurut bayak ahli, justru masih lebih baik daripada yang diasuh orang tua sendiri. Catatan, kualitas pengasuhan orang tua yang kurang baik.

Kita paham betul bahwa asuhan orang tua sendiri adalah yang terbaik bagi anak. Pertanyaannya, apakah ibu sendiri sudah memiliki kualitas pengasuhan yang baik?

Begitu juga hubungan dengan pasangan. Setiap hari bertemu, setiap hari di rumah. Namun, apa gunanya jika masing-masing sibuk dengan handphone? Atau tidak pernah merasa perlu untuk meluangkan komunikasi yang sehat dan mesra.

Apa gunanya jika bertemu ber jam-jam dalam sehari, jika isinya sibuk dengan rutinitas masing-masing. Terlebih jika isinya malah saling menyakiti.

#3 Tidak Berkembang Secara Individu

Banyak perempuan yang pernah berkarir lalu memutuskan menjadi irt, ia merasakan penurunan kualitas. Baik segi komunikasi, cara bicara, hingga skill.

Bagi yang seumur hidupnya menjadi IRT, sebagian perempuan merasa tidak berkembang kualitas dirinya. Kedewasaan mungkin berubah, dan makin matang. Namun, tidak dengan skill dan aktualisasi diri. Banyak potensi diri harus dipendam dan bahkan hilang karena tidak ada waktu untuk mengasahnya.

Karena tidak semua orang rela kehilangan potensi diri, menjadi irt seringkali menjadi bahan untuk sabar setinggi langit. Ngelus dada, menangis saat berdoa.

#4 Mengancam Kesehatan Mental

Ada irt yang happy kok. Saya tahu itu. Malah banyak. Tapi, bagaimana dengan yang tidak?

Kondisi irt yang tidak bahagia itulah yang bisa terancam kesehatan mentalnya. Mulai dari mudah tersinggung, mudah marah kepada anak dan suami, mudah berselisih dengan tetangga, dan masalah psikologis lainnya.

Tidak semua irt punya cukup cara untuk bisa bahagia. Hidup tidak selalu semudah yang dipikirkan orang-orang yang kebetulan memiliki kemudahan hidup.

Menjadi irt seringkali rentan kebosanan, mendapat perlakuan tidak adil, merasa tidak berharga, minder, mau berkembang pun tidak punya cukup waktu. Padahal beban dan tugas lebih banyak bahkan melebihi tugas yang seharusnya.

Kondisi semacam ini, jika tidak bisa dihadapi dengan pikiran jernih bisa jadi jalan datangnya penyakit mental dan penyakit fisik ikut bersemayam.

So, hargai istri, anak perempuan, menantu perempuan, teman yang memilih atau terpaksa memilih menjadi irt ya kawan-kawan.

#5 Dianggap Tidak Perlu Punya Asisten Rumah Tangga (ART), Padahal Pekerjaan Segudang

Hanya karena menghendel semua pekerjaan rumah, dan selalu hadir di bawah atap rumah, ibu rumah tangga sering dianggap tidak butuh ART.

Seolah hanya wanita karir saja yang butuh ART. Padahal, sekali kita menyelam ke rutinitas rumah, kegiatannya malah makin tak ada habisnya.

Ilustrasi sederhana saja. Kalau jadi wanita karir, karena pergi pagi pulang petang, maka otomatis lingkungan atau keluarga akan memaklumi jika tidak masak di rumah. Suami pun tidak mudah minta ini itu karena tahu waktu istri terbatas dan harus pergi ke kantor.

Namun, irt karena sudah jelas bisa terus di rumah, maka keluarga atau pasangan bisa kapan saja meminta dibuatkan makan, nasi goreng dadakan, bakwan hanya untuk cemilan, komentar kalau cucian numpuk, atau ngetes apakah sudah cek PR anak.

Rutinitas irt seperti berkembang biak. Namun banyaknya pekerjaan irt tidak serta merta dianggap butuh ART. Nah, anehnya di situ. Apa kata mertua, punya anak satu atau dua harus nyewa ART? Begitu pikir seorang wanita rumah tangga.

Jadi, itu pahit alias duka menjadi irt. Masih ada yang kurang? Boleh curcol di komentar bun…

Senangnya Menjadi Ibu Rumah Tangga Apa Saja?

Bicara soal duka, pasti ada suka. Kalau tadi curhat soal duka jadi irt, kini kita perlu juga nih menyadari bahwa hidup tidak selalu dipenuhi sisi kelabu. Begitu pula menjadi irt. Pasti ada sisi manis nya ya kan?

#1 Bisa Istirahat dan Dasteran Kapan Saja

ibu rumah tangga
ibu rumah tangga pakai daster

Buat irt yang lagi super sibuk, tidak punya waktu untuk istirahat yang cukup, harap bersabar ya Bun… Ada kok saatnya irt punya waktu lapang.

Waktu luang bagi IRT satu dan lainnya mungkin tidak sama. Namun, seyogyanya sih, karena waktu yang  fleksibel, lebih mudah memilih momen kapan mau istirahat atau kapan main bareng teman.Kapan juga perlu meneruskan setrikaan.

Malah setiap hari di rumah juga bikin bebas mau pake baju apa saja. Dasteran adalah busana paling disukai para ibu. Nyaman dan adem rasanya. Soal penampilan? Sudah tidak peduli. Yang penting nyaman. Ya nggak mak? (auto dipanggil emak kalau bahas daster wkwk)

Busana nyantai versi saya sih sebenernya bukan daster. Di rumah bisa pake apa saja termasuk kaos oblong bahan katun dan celana leging super kendur. Nyaman nya bukan main. Pokoknya emak emak kalau udah di rumah, bebas. Ya kan?

#2 Mau Apa, Tinggal Minta Pak Suami

perempuan sedang shopping
ilustrasi perempuan shopping

Segala sesuatu kalau jadi irt langsung punya hak penuh dinafkahi. Tidak sedikit lho, perempuan yang memilih jadi irt karena mencari ridlo suami.

Kalau perempuan mengambil keputusan karena demi suami, maka resiko sudah semestinya ditanggung yang bersangkutan yee kan?

Gak boleh kerja, harus di rumah, meski katanya demi kebaikan keluarga dan si istri itu sendiri, pada akhirnya pak suami bertanggungjawab atas permintaannya sendiri. Berani memberi batasan, maka berani menjamin kebahagiaan. Begitu kira-kira.

#3 Pertemanan Fleksibel, Bisa Milih Gaul dengan Siapa Saja

mudah bergaul
IRT mudah bergaul

Karena tidak dibatasi lingkungan kerja seperti wanita karir, yang mau nggak mau harus terus bertemu relasi mereka. Ibu rumah tangga bisa memilih bergaul dengan siapa saja. Cocok lanjutkan, nggak cocok tinggalkan.

Malah memilih untuk tidak gaul dengan siapapun juga bisa kalau mau.

Cuma, namanya makhluk sosial yang selalu butuh teman, irt pasti punya teman main, teman ngobrol, atau bahkan komunitas. Semua hubungan yang ada bisa kapan saja dibangun dan bisa kabur kalau nggak cocok. Bebas ya buk.

Bagi saya, kondisi seperti itu menyenangkan dan tidak memaksa kita harus terus bertemu orang yang sebenarnya sudah tidak sreg lagi. Beda di lingkungan kerja. Jika konflik dengan teman kerja atau kebetulan masuk lingkungan teman kantor yang toxic, rasanya agak sulit menghindar apalagi kabur.

#4 Bisa Silaturahmi Kapan Saja atau Nolong Orang Kapan Saja

Tidak punya alasan “kantor belum libur” bagi ibu rumah tangga. Kapan saja bisa mudik ke kampung halaman, pergi ke rumah teman, atau bantu saudara yang sedang hajatan.

Ada anggota keluarga atau teman yang sakit, bisa lebih fleksibel untuk dimintai tolong bantu. Atau sekedar menemani yang sakit di RS. Tidak ada alasan nggak bisa bantu atau nggak bisa jenguk. Waktu selalu ada.

Tidak ada yang lebih indah dalam hubungan sosial, selain bisa diandalkan oleh orang-orang. Betul bu?

#5 Awet Muda

Poin satu ini ada syaratnya ya. Bisa awet muda jadi irt asal ikhlas, bahagia, serta tidak terlalu capek oleh pekerjaan rumah.

Sebaliknya, jika peran sebagai IRT justru lebih capek daripada wanita kantoran, bisa-bisa berbagai penyakit menanti. Bukan awet muda yang ada, tapi malah cepat tua.

Ketika irt mendapatkan hak dan kehidupan yang ideal, sebenarnya tinggal di rumah sudah bisa jadi alasan untuk bisa awet muda. Pikiran tidak bercabang ke pekerjaan dan rumah. Hidup seolah lengkap karena selalu bisa bersandar kepada pria yang kuat serta bisa memeluk anak-anak yang lucu. Waktu yang fleksibel ditambah sarana perawatan diri, menambah alasan bagi IRT untuk bisa awet muda.

#5 Menyaksikan Setiap Tahap Perkembangan Anak Adalah Kenikmatan Tersendiri

Melihat anak berkembang dari hari ke hari adalah hal menyenangkan. Anak mulai dapat melihat dengan jelas, mulai tengkurap, mulai berjalan, hingga kemampuan bahasa dan tubuhnya makin berkembang.

Apalagi jika kita sendiri yang mengajari anak semua itu. Mendampinginya untuk berkembang secara fisik dan psikis. Bisa tahu siapa teman-temannya yang baik dan mana yang tidak baik, tahu apa yang ia alami di lingkungan rumah dan sekolah, dan lain-lain.

Semua itu sangat besar peluangnya untuk dialami oleh oleh irt. Ya, kembali lagi ada syaratnya. Ibu harus benar-benar total mendampingi anak. Kalau ternyata di rumah tapi sibuk sendiri, itu sama saja bolong ya Bun.

Nah, begitu kira-kira suka duka ibu rumah tangga. Tidak ada niatan untuk mengeluh maupun berbangga diri. Sekedar curhat dan sharing. Sharing dan curhat itu baik dan sehat kok. Supaya suka duka tidak dipendam sendiri, dan pembaca dapat merasa terwakili.

Adapun yang tidak merasa sama pengalamannya, mohon tidak mencak mencak tidak terima ya Mak.. Ngga yah, emak emak pembaca mah pasti baik baik orangnya. Stay happy menjalani peran apapun sebagai perempuan. Semangat Mak!

You May Also Like

Leave a Reply