Eko Cahyono: Sang Pembebas Buta Huruf dari Malang yang Menyalakan Cahaya Literasi

Di sebuah desa di Kabupaten Malang, Jawa Timur, deru motor tua sering terdengar berhenti di depan warung, bengkel, atau bahkan pos ojek. Namun yang unik, bukan penumpang atau barang dagangan yang diturunkan. Dari balik jok dan tas besar di motornya, muncullah tumpukan buku warna-warni. Sosok yang mengendarainya adalah Eko Cahyono, lelaki bersahaja yang percaya bahwa secarik kertas dan sederet aksara mampu mengubah masa depan.

Bagi sebagian orang, membaca mungkin terasa sepele. Tetapi bagi banyak warga desa yang ditemui Eko, mengenali huruf adalah pintu menuju kebebasan: kebebasan untuk menuliskan nama sendiri, membaca petunjuk obat, hingga memahami isi surat resmi. Inilah yang membuat Eko tak pernah lelah berkeliling, meski jalan terjal, cuaca tak menentu, dan fasilitas terbatas sering menghadang.

Dari Kegelisahan Menjadi Gerakan

Perjalanan Eko dimulai dari kegelisahan sederhana. Ia sering melihat anak-anak di lingkungannya yang tak bisa membaca meski usia sekolah telah lewat. Orang dewasa pun tak jarang masih bergantung pada orang lain hanya untuk menuliskan nama di dokumen resmi. Di tengah gempuran modernisasi, kondisi ini bagai ironi.

Eko merenung: bagaimana bisa bangsa sebesar Indonesia masih menyisakan warganya yang buta huruf? Ia lalu memutuskan, perubahan harus dimulai dari langkah kecil. Dengan modal tekad, beberapa kardus buku, dan semangat pantang menyerah, ia mulai menjajakan bacaan gratis kepada masyarakat sekitar. Dari situ lahirlah gerakan Pustaka Anak Bangsa pada tahun 2012.

Perpustakaan yang Hidup di Tengah Masyarakat

Perpustakaan Anak Bangsa
Sumber: Google

Pustaka Anak Bangsa bukanlah perpustakaan konvensional dengan bangunan megah dan rak buku menjulang. Sebaliknya, ia menyatu dengan kehidupan masyarakat. Koleksi buku Eko bisa ditemui di tempat-tempat sederhana: dari bengkel motor, pos ojek, salon kecil, hingga warung kopi di pinggir desa.

Konsepnya jelas: agar membaca tak lagi dipandang sebagai aktivitas mewah, tetapi bagian dari keseharian. Siapapun bisa meminjam buku, tanpa syarat ribet, tanpa biaya. Eko ingin literasi hadir di tempat di mana orang beraktivitas, sehingga lebih mudah dijangkau.

Namun, Pustaka Anak Bangsa tak berhenti di situ. Eko tahu, literasi sejati bukan sekadar membaca. Karena itu, ia menambahkan kegiatan lain: kursus komputer, pelatihan menjahit, menonton film edukasi bersama, hingga diskusi rutin. Anak-anak desa belajar melukis, para remaja mengenal teknologi, sementara ibu rumah tangga mencoba keterampilan baru. Semua berjalan dalam suasana hangat, penuh tawa, dan tanpa sekat.

Tantangan di Jalan Sunyi

Jalan yang dipilih Eko tentu tidak mudah. Membawa buku ke pelosok desa bukan hanya soal transportasi, tapi juga soal dana dan tenaga. Motor tua miliknya kerap mogok di tengah jalan. Tak jarang ia harus merogoh kocek sendiri untuk membeli bensin, memperbaiki kendaraan, atau membeli buku baru.

Di sisi lain, ada pula pandangan skeptis. Beberapa orang awalnya meremehkan, menganggap membaca tak penting, atau mengira gerakan ini hanya sementara. Tetapi Eko tak gentar. Ia percaya, sekali orang merasakan manfaat dari membaca, mereka akan sulit melepaskannya. Perlahan, pandangan itu berubah. Semakin banyak warga yang mendukung, bahkan turut menyumbangkan buku atau tempat untuk menitipkan koleksi.

Dampak yang Mengakar

Eko Cahyono Penggagas Perpustakaan Anak Bangsa
Sumber: Google

Lebih dari satu dekade berjalan, Pustaka Anak Bangsa kini telah berkembang dengan puluhan titik pustaka di 35 desa, mencakup 7 kecamatan di Kabupaten Malang. Ribuan anak dan orang dewasa sudah merasakan manfaatnya.

Seorang bocah yang dulunya tak mengenal huruf kini bisa membaca buku cerita dengan lancar. Seorang ibu rumah tangga yang dulu tak bisa menuliskan namanya, kini menandatangani dokumen sendiri dengan penuh percaya diri. Seorang pemuda desa yang akrab dengan komputer di Pustaka Anak Bangsa bahkan berhasil merintis usaha kecil di bidang desain.

Inilah yang membuat perjuangan Eko begitu bernilai. Ia bukan hanya menyebarkan buku, tetapi menyalakan api kepercayaan diri dan membuka jalan menuju kemandirian.

Inspirasi yang Menular

Kisah Eko Cahyono bukan hanya milik dirinya. Gerakannya menginspirasi banyak orang, baik di Malang maupun luar daerah. Beberapa komunitas literasi lahir setelah melihat keberhasilan Pustaka Anak Bangsa. Anak-anak muda mulai tergerak membuat taman baca di lingkungannya. Guru-guru desa mendapat semangat baru untuk mengajar dengan pendekatan kreatif.

Media pun mulai melirik. Kisah Eko diberitakan di berbagai platform, menjadikannya teladan bahwa perubahan besar bisa berawal dari langkah kecil dan hati yang tulus.

Penghargaan yang Menguatkan

Meski tak pernah mengejar popularitas, perjuangan Eko akhirnya mendapat pengakuan. Pada tahun 2012, ia dianugerahi SATU Indonesia Awards dari PT Astra International Tbk dalam bidang Pendidikan. Ia menjadi salah satu penerima apresiasi baik di tingkat Provinsi Jawa Timur maupun Nasional.

Penghargaan itu bukan sekadar trofi, melainkan penguat semangat. Baginya, apresiasi tersebut adalah bukti bahwa perjuangan literasi tidak boleh berhenti. Justru sebaliknya, semakin banyak orang harus terlibat, agar buta huruf benar-benar bisa dihapuskan dari bumi Indonesia.

Cahaya yang Tak Pernah Padam

Hari ini, Eko Cahyono masih setia dengan misinya. Setiap kali motornya melintas membawa buku, ia bukan hanya mengantarkan bacaan, tetapi juga harapan. Harapan bahwa anak-anak desa akan punya masa depan lebih baik, bahwa ibu-ibu rumah tangga akan lebih percaya diri, dan bahwa masyarakat akan lebih mandiri menghadapi kehidupan.

Nama Eko mungkin tidak setenar tokoh pendidikan besar di negeri ini. Tetapi bagi mereka yang hidupnya disentuh oleh buku-buku yang ia bawa, Eko adalah pahlawan sejati. Ia membuktikan bahwa literasi adalah cahaya, dan dengan cahaya itu, gelapnya kebodohan bisa dilawan.

Dengan segala dedikasi dan perjuangannya, Eko Cahyono kini tercatat sebagai salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards. Sebuah penghargaan yang layak, untuk lelaki sederhana yang menyalakan cahaya literasi dari Malang untuk Indonesia.

Referensi:
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/10/18/membuka-jendela-pembebasan-buta-huruf-oleh-eko-cahyono
https://www.melfeyadin.web.id/2023/08/eko-cahyono-pembebas-buta-huruf-dari-malang.html
https://monicarasmona.com/pustaka-anak-bangsa/
https://www.rubicnews.com/berita/45313737819/ini-cara-eko-cahyono-bebaskan-anak-anak-yang-tidak-sekolah-dari-buta-huruf-di-malang

You May Also Like

Leave a Reply