Buku Self Driving: Keluarlah dari Zona Nyaman!
Teman-teman sudah membaca buku Self Driving karya Rhenald Kasali? Buku ini sesuai judulnya adalah tentang menjadi seorang self-driver (mengemudikan diri sendiri). Buku ini bukan tentang cara mengemudikan kendaraan dalam arti seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain, namun mengambil kendali atas diri sendiri.
Jika kamu adalah orang yang membutuhkan perubahan diri untuk menjadi pribadi yang lebih unggul, maka rasanya wajib punya buku satu ini. Buku ini hampir semua isinya memiliki energi dan kaya nutrisi. Setiap membutuhkan charge semangat, saya sendiri bisa mendapatkannya hanya dengan membaca satu dua lembar. Nggak percaya, bisa teman-teman coba baca sendiri.
Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., penulis buku Self Driving, Menjadi Driver atau Passenger?
(Foto dari situs Mizan Store )
Buku Self Driving ini merupakan karya penulis ternama Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., Guru Besar sekaligus praktisi manajemen dan penulis buku perubahan. Bahkan kadang kita juga melihat Beliau di layar kaca ya. Beliau juga memimpin sebuah Social Enterprise; Rumah Perubahan serta komisaris dalam beberapa perusahaan. Maka wajar jika tulisannya terasa sangat “bernyawa”.
Analogi Driver dan Passenger
Pernah merasakan perbedaan mengemudi kendaraan dan menjadi penumpang? Saya yakin teman-teman pernah merasakan keduanya. Memangnya kenapa? Ya, istilah “driver” dan “passenger” dalam buku Self Driving ini memiliki analogi yang sama dengan pengemudi dan penumpang kendaraan.
Saya pernah merasa terganggu dengan teman yang marah-marah di perjalanan. “Kok emosinya lumayan ya ini teman saya?”, pikir saya. Dia saat itu mengemudikan mobil dan saya di sampingnya sebagai penumpang.
Di lain waktu, saya juga merasa kesal kepada pasangan saya karena sepanjang perjalanan hingga tempat tujuan kok tidak bisa bercanda. Seolah-olah waktu weekend itu sia-sia. Tujuannya hiburan, namun malah kurang asyik gara-gara sang pengemudi yang kurang ceria.
Ternyata, sejak saya mulai sering mengemudi dan membonceng adik perempuan serta anak sulung saya, saya merasakan apa (yang mungkin) dirasakan seorang driver kendaraan. Seperti suami dan teman saya yang mengemudikan kendaraan. Benar, menjadi pengemudi rupanya punya beban tersendiri. Akhirnya, saya memaklumi kenapa mereka bisa uring-uringan, kurang ceria, atau mungkin jadi kurang asyik.
Beban seorang driver (pengemudi) jelas berbeda dengan passenger (penumpang). Mereka harus fokus dan menjaga agar selama berkendara aman dan sampai tujuan dengan selamat. Maka, saya pun mulai lebih pengertian kepada teman atau pasangan yang menjadi pengemudi. Alih-alih menuntut agar lebih asyik dalam perjalanan, justru kini lebih pengertian membuat beban seorang pengemudi lebih ringan.
Nah, ilustrasi pengemudi dan penumpang dalam kendaraan tersebut cukup memberikan kita gambaran kan? Buku ini Self Driving mendorong kita menjadi driver untuk diri sendiri. Menjadi pribadi yang “layak sukses” karena mampu mengambil alih kendali atas diri dan segala potensi yang ada.
Mental Seorang Driver dalam Buku Self Driving
Driver berarti orang yang berani menentukan arah dan mengambil resiko, bukan menjadi passenger yang duduk manis di belakang. Mental seorang driver dibentuk berdasarkan pengalaman dan pendidikan.
Seorang pemimpin organisasi belum memiliki mental driver sejati jika ia masih suka mengeluh, tidak bertanggungjawab, dan lebih parah lagi jika tidak memiliki inisiatif. Sopir bus juga belum bisa dikatakan driver jika ia ugal-ugalan, suka marah-marah, dan tidak bekerja sepenuh hati.
Jadi, bukanlah seorang driver jika ia menjalani peran (meskipun pemimpin atau pengemudi kendaraan) secara terpaksa atau karena keadaan semata. Ada peran ilmu, kesadaran, pengalaman, sehingga seseorang menjalani peran apapun layak disebut memiliki mental driver.
Seorang Driver Berani Keluar Dari Zona Nyaman
Banyak orang memilih “jalan damai” karena rintangan dan masalah hidup. Bagi seorang perempuan, mungkin memilih menurut kepada pasangan asal tidak konflik dan harus menguras emosi. Padahal, pasangan, dalam hal ini suami, juga bukan manusia sempurna yang mampu menjamin bahwa pilihannya untuk istri adalah yang terbaik.
Sebagai contoh, suami melarang istri bekerja pasti ada alasannya. Entah baik atau alasan berdasarkan ego pribadi. Jika istri memaksa bekerja, artinya akan berhadapan dengan konflik hingga bisa memicu kekerasan dalam rumah tangga psikis atau fisik. Tergantung tingkat konfliknya.
Apabila perempuan memiliki mental driver, tentu ia akan keluar dari zona nyaman. Ia mungkin akan merasakan penolakan, debat, hingga pertengkaran dengan pasangan. Perempuan yang paham keinginan terdalam, bagaimana pentingnya karir yang ia jalani, mengetahui bahwa pekerjaannya aset sekaligus menjaga nilai diri, maka konflik menjadi tantangan baginya. Bukan halangan yang menghentikan langkah. Ia paham bahwa ia hanya perlu berkomunikasi, merangkai kata, membuat strategi, hingga mengambil hati supaya pasangan hidup paham dan mengerti.
Maaf ya teman-teman jika contohnya berbau rumah tangga. Padahal bukunya kan khusus topik manajemen. Hehe Ya, self-driving sebenarnya saya pahami memiliki nilai-nilai dan pesan moral yang menyeluruh untuk segala peran sih. Peran sebagai istri pun butuh suntikan perubahan mental menjadi driver kan? Dan, saya rasa cocok dan bisa diterapkan. Jika teman-teman membaca bukunya, pasti akan merasakan spirit perubahan mental. Apapun peran teman-teman. Apakah seorang organisator, pebisnis, penulis, hingga ibu rumah tangga seperti saya juga nyambung.
Perbedaan Driver dan Passenger
Seorang driver mentality memiliki ciri khas berani mengambil resiko. Dalam buku ini, Rhenald Kasali menyebutkan bahwa seorang pengemudi (sebagai analogi driver mentality), pasti mengekspos diri terhadap resiko.
Jika kendaraan yang ia bawa menabrak orang hingga meninggal, maka sopirnya lah yang akan ditangkap polisi, bukan penumpang. Pengemudi juga berhadapan dengan kemacetan dan harus berpikir keras mencari jalan alternative tanpa mengumpat. Apalagi sampai mencari kambing hitam dan menyalahkan walikota. Alamak.
Secara garis besar, perbedaan driver dan passenger di antaranya:
1. Jika passenger hanya menumpang, maka driver mengemudikan kendaraan menuju titik tertentu.
2. Penumpang tidak harus tahu jalan, sedangkan pengemudi mutlak harus tahu jalan.
3. Penumpang itu boleh mengantuk dan tidur, tetapi pengemudi jelas dilarang ngantuk apalagi tidur.
4. Seorang penumpang tidak perlu merawat kendaraan, pengemudi harus merawat kendaraan.
5. Menjadi penumpang itu adalah pilihan yang bebas dari bahaya, sedangkan pengemudi malah mengekspos diri pada bahaya.
Poin-poin tersebut jelas menunjukkan bahwa mental driver berani mengambil resiko dan pastinya memilih keluar dari zona nyaman. Menghadapi konflik, bahaya, resiko, membuat seseorang menjadi lebih unggul.
Apabila mental diri sudah kita bangun menjadi seorang driver, maka pastilah ia mampu mengubah banyak hal. Setelah mengubah diri sendiri, ia mampu mengubah orang di sekitarnya, hingga mampu men-drive perusahaan, hingga negara.
Tentang Buku Self Driving Rhenald Kasali
Buku ini memiliki judul “Self Driving, Menjadi Driver atau Passenger?” dengan sampul merah dan tulisan warna emas menonjol. Ada stempel “National Best Seller” yang pasti akan menarik minat dan perhatian pembaca. Dan memang, bukan hanya kemasannya yang menari, namun isinya juga menurut saya padat dengan manfaat.
Oh ya, pada bagian atas sampul buku juga tertulis nama penulis Buku Self Driving ini. Rhenald Kasali. Lalu di bawah penulis ada ikhtisar yang sangat membuat siapa saja ingin punya buku ini. “Inilah yang diajarkan para SEO Tangkas kepada kaum muda dan eksekutifnya agar keluar dari perangkap ‘passenger’”.
Buku Self Driving yang saya baca ini merupakan cetakan ke 21, November 2018. Oh ya, penerbit Mizan. Untuk harganya, agak lupa soalnya beli tahun 2018. Teman-teman bisa cek di Gramedia atau berbagai toko online. Mizan Store sendiri menjual buku ini seharga 84.000.
Buku Self Driving ini selain isinya berkualitas, juga tiap halamannya nyaman dibaca. Setiap halaman cukup kaya warna serta dilengkapi cerita dan gambar terkait. Ada juga halaman berisi kutipan yang padat makna.
Nah, buat teman-teman yang butuh charging diri untuk perubahan mental. Apapun profesi, rutinitas, maupun peran sehari-hari, bukun Self Driving karya Rhenald Kasali ini akan nyambung dan mengena. Selamat Membaca.
Harus punya kepercayaan diri yang tinggi juga ya kak , supaya apa yang sudah diputuskan bisa dijalankan dengan mantap. memang kendali diri berada ditangan pribadi itu sendiri, yang lain hanya mendukungnya saja.
Wah, salah satu buku motivasi (masuk sini nggak sih genrenya?) karya Rheinald Kasali. Hmm iya ya, kalo jadi driver tuh nggak semudah yang dibayangkan makanya kalau mau begitu ya memang perlu rasanya untuk keluar dari zona nyaman untuk menciptakan zona nyaman baru dan begitu seterusnya.
Keren review-nya Mba.
Analogi yang bagus nih, driver and passenger atau kita harus bisa menempatkan posisi kita seperti mereka agar tau limit kita apakah memang segini-gini aja atau memang masih bisa dimaksimalkan lagi
Menarik sekali mba ulasan bukunya. Saya sampai terhanyut dan pengen mengadopsi buku ini ke rak buku saya
Sebenarnya beban seorang driver itu banyak macam nya. Dulu saya sering traveling bersama travelmate saya (perempuan). Selalu saya yang di percaya untuk pengendali kendaraan, sedang teman saya menjadi penumpang sekaligus penunjuk arah.
Tapi dari situ belajar untuk bertanggungjawab dan hati-hati. Kadang2 kalau si penumpang itu salah arah, saya emosi apalagi kalau muternya jauh. Dan dia juga emosi kalau saya terlalu ngebut/pelan atau malah salah arah.
Dalam kehidupan saya pun, saya banyak keluar dari zona aman. Contohnya memutuskan untuk pisah rumah dengan orangtua. Perlu kepercayaan diri yang gedeeee banget, bahwa “YA AKU BISA”
untuk bisa menjadi orang di hari depan sudah sangat banyak literasi yang menganjurkan kita keluar dari zona nyaman, keren nih buku bagaimana kita bisa menyetir diri secara pribadi. salam sukses untuk kita semua
Wow.. buku yang best seller ya, Mbak Iim. Terbukti sampai cetakan 21. Tapi dari ulasan Mbak Iim ini, memang sangat menarik isi bukunya.
Intinya kita memang jangan merasa nyaman di suatu posisi atau keadaan. Harus berani keluar dari zona nyaman, karena keadaan tidak bisa ditebak.
Misalnya saya dulu nyaman sekali menulis cerita anak dan mengajar di kelas Kurcaci Pos. Sampai suatu ketika saya merasa harus berani keluar dar Zona nyaman. Akhirnya saya belajar ngeblog, ikutan buzzer dan lainnya. Akhirnya pas pandemi, saya tidak galau saat media dan penerbit sikonnya kurang bagus.
Keren banget nih bukunya mbak. Bisa jadi bacaan untuk introspeksi diri. Emang menjadi seorang driver itu penuh tantangan mbak…butuh keberanian untuk bisa membawakan kendaraan dengan baik. Bagaimana dia membuat nyaman semua penumpangnya tanpa ada yang mabok dsb. Kalau jadi passenger lebih enak ketimbang driver. Tinggal duduk santai di belakang kemudi maka sampailah tujuan. Istilah driver dan passenger ini sangat bagus dijadikan gambaran seseorang dalam menjalani kehidupan…tinggal kita pilih ya, siap jadi driver yang sanggup keluar dari zona nyaman atau hanya sanggup menjadi passenger saja yang tinggal terima bersihnya saja….semua ini kembali pada diri masing-masing.
Keren nih analoginya. Driver or passenger 😁
Hodup itu emang penuh tantangan sekaligus pilihan ya. Salah ambil keputusan bisa fatal. Tapi kalau selalu berada di zona nyaman, juga gak bakal jadi jaminan sukses kedepannya.
Duh, butuh planning ynag kiat nih biar gak salah pilih jalan
Noted nih, kuncinya ada pada diri kita sendiri ya.
berani untuk keluar dari zona nyaman juga itu butuh tekad dan perhitungan yg kuat sih ya.
Isi bukunya sangat menarik sekali sepertinya, benar sekali kita tidak bisa menyalahkan satu orang saja karena mereka pun memiliki tanggung jawab sendiri
Wah buku yang sangat bagus banget nih. Habis baca pasti langsung tertular energi positifnya. Iya nih mbak, kadang saya masih suka takut kalau harus keluar dari zona nyaman. Saya masih takut terhadap resiko/kegagalan yang akan dialami. Padahal harusnya untuk berkembang harus berani keluar dari zona nyaman ya mbak, makanya saat ini saya masih belajar menata mental untuk menerima resiko yang akan terjadi.
Kalau jadi supir motor, aku biasa lebih fokus dan akhirnya jarang ngobrol. Harus konsentrasi apalagi saat di jalan raya yang ramai. Makanya aku agak heran kalau ada yang bisa ngobrol bahkan cekikikan. Sama halnya kaya hidup. Kalau jadi penumpang, harus yakin sama yang nyetir. Bukunya bagus nih
Aku penasaran ingin baca bukunya, Mbak. Secara … kita emang mesti jadi pengemudi untuk diri kita sendiri. Kita harus bisa menjadi penentu di setiap pilihan yang ada. Toh, pada saatnya tiba, semua konsekuensi atas pilihan yang diambil juga bakal dirasakan sendiri juga.
Mental driving, itu kunci sebagai driver ya. Dulu awal suamiku belajar nyetir mobil itu pernah jalur ke punak. Nderedeg banget. Ditengah jalan mogok dong si mobil tua itu. Hampir aja kami putar balik lagi ke Jakarta.
Tapi karena dorongan istrinya (cieeee….. memuji diri sendiri), akhirnya lanjuuutttt dengan tekad kuat menerjang jalur puncak.
Analogi yang bagus diberikan karena sebenarnya kita mengemudikan sendiri kehidupan kita. Perlu fokus, jangan gegabah apalagi saat mau ambil risiko perlu pemikiran yang matang. Rekomendasi buku bagus ini 👍
Wah Buku yang menarik ya Mbak..sekarang banyak orang yang sudah trlalu nyaman dengan keadaan mereka yang membuat malas untuk maju
Menurut saya ini buku ngena banget, sih. Langsung menohok bagi orang yang ingin berubah dan konsisten. Secara, kebanyakan orang ingi berubah tapi hanya dalam angan-angan saja (cotohnya ya saya).
Dengan buku ini sepertinya kita dibuat membuka mata. Ketika kita akan melakukan sesuatu layaknya driver, tentu akan ada resiko yang harus ditanggungnya dari A-Z.
Buku yang bagus ini. Pantas ya, bisa jadi best seller. Semoga saya juga segera memiliki buku ini.
Selama ini saya hanya jadi passenger karena merasa nyaman di zona nyaman, namun kadang kondisi memaksa kita memilih apa harus tetap jadi passenger atau mulai belajar jadi driver, kayaknya pengen baca tuntas bukunya
Bagus benar bukunya kak, saya sendiri lebih suka menjadi driver atas diri sendiri, meskipun situasi tertentu perlu juga dari passenger apalagi dalam keluarga yang mana suami sebagai kepala keluarga. Eh kok bahas ke keluarga sih ya 🙂
Jadi harus bisa menyetir diri sendiri bukan oleh orang lain ya. Nah kalau aku lebih suka menyetir daripada disetiri nih, soalnya bisa ambil keputusan sendiri saat di jalan. Analoginya bagus juga dituangkan dalam sebuah tulisan di buku.
Bagus banget bukunya ya mbak, self-driving ini emang penting supaya nggak kebawa arus jadi passenger terus-terusan. Nggak mudah emang keluar dr zona nyaman, tapi kalo mau maju harus berani .
Wah, salah satu buku motivasi (masuk sini nggak sih genrenya?) karya Rheinald Kasali. Hmm iya ya, kalo jadi driver tuh nggak semudah yang dibayangkan makanya kalau mau begitu ya memang perlu rasanya untuk keluar dari zona nyaman untuk menciptakan zona nyaman baru dan begitu seterusnya.
Keren review-nya Mba.
Karena kerjaan saya gak jauh dengan driver, menurut saya analogi bukunya tepat sekali. Saya belum baca nih buku ini. Tapi saya sudah baca beberapa buku beliau. Tulisannya sangat mudah dipahami.
Wah gara-gara postingan ini, jadi pengen baca buku ini nih.
Jadi driver risiko dan hasilnya ditanggung sendiri. Kalo jadi passenger tergantung kendaraan dan driver yang mengemudikan. Pinginnya semua manusia ya pingin jadi driver karena bisa jadi manusia merdeka, tapi harus iap dengan segala risiko. Buku motivasi dari Pak Renald ini memang perlu kita baca untuk mengup grade dan merefresh mental kita agar bisa menjadi the winner in life
Driver itu seharusnya berjiwa pemimpin yang bertanggungjawab dan anti mengeluh. Sayangnya, sebagian orang termasuk saya saat ini lebih suka jadi passanger.
Buku-buku karya Pak Rhenald Kasali sungguh menginspirasi. Mudah untuk diserap informasinya,bahasanya pun mudah juga untuk dipahami
Waah, ini buku yang mesti dibaca banyak orang. Wajar banget kalo sampe ada stamp best seller-nya. Memilih untuk jadi driver atau passanger tentu ada waktunya masing-masing. Tapi dari sini kita jadi tahu sisi baik masing-masing peranan itu. Dan bisa memilih sikap mental mana yang mau dijejaki dan juga menjadi orang yang mudah memahami suatu kondisi.