5 Kondisi Rumah Tangga yang Membuat Wanita Harus Tetap Bekerja
Ada kondisi tententu yang bisa menjadi alasan wanita harus tetap bekerja meskipun sudah berumah tangga. Mungkin ini terdengar klise bagi kaum perempuan yang sudah merasakan bahagianya di lingkungan yang mengamini gender equality.
Sudah banyak perempuan yang memiliki keleluasaan memilih peran dalam keluarganya. Apakah ia memutuskan untuk bekerja atau menjadi ibu rumah tangga. Kebebasan memilih adalah sebuah anugerah bagi kaum hawa karena itu menandakan dia berada di situasi yang mendukung dan memandang dirinya setara.
Namun, bagi orang yang barada di lingkungan bias gender, perempuan yang telah menikah pasti merasa tidak nyaman jika tetap bertahan dalam karirnya. Ada rasa bersalah ketika harus meninggalkan rumah. Terlebih lagi jika suami membatasi ruang gerak istri.
Biasanya kondisi tersebut juga dilatarbelakangi budaya patriarkhi yang masih kental dalam diri suami maupun istri.
5 Alasan Wanita Harus Tetap Bekerja Meskipun Sudah Menikah dan Punya Anak
Jika banyak sumber mengutarakan alasan yang lebih positif, dalam tulisan ini saya ingin sedikit memberikan clue yang cukup gelap. Kita ambil sisi negatif yang seringkali menjadi ancaman bagi perempuan setelah menikah.
Ya, walaupun kita dituntut selalu berpikir positif dalam segala hal, namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kita sebagai perempuan juga perlu waspada. Kehidupan nyata tidak seindah cerita Putri dan Pengeran yang “hidup bahagian selamanya” hanya karena mereka berhasil mengikat janji suci.
Justru, ketika orang menikah, di situlah semua tantangan datang. Meskipun banyak kebahagiaan, bisa bersama orang yang kita dambakan sehidup semati, tapi “sedia payung sebelum hujan” adalah keniscayaan.
Jadi, apa saja alasan wanita harus tetap bekerja walau sudah berumah tangga?
1. Lingkungan yang Tidak Kondusif untuk Mental Istri
Perempuan yang sebelumnya sudah biasa bekerja sejak sebelum menikah, sebaiknya menimbang-nimbang keputusan untuk berhenti bekerja.
Begitu juga bagi wanita yang sudah menikah namun belum pernah bekerja. Sebaiknya mulai memikirkan strategi supaya bisa menjadi wanita mandiri secara finansial. Apakah dengan mencari lowongan kerja sejak sekarang, atau mulai merintis bisnis sendiri.
Mengapa? Seberapa penting bekerja setelah menikah? Jawabannya sangat penting jika lingkungan keluarga tidak baik bagi perempuan.
Bagi yang belum menikah, bisa menerka situasi yang akan terjadi dengan melihat apakah akan tinggal serumah dengan mertua atau mandiri, apakah merasa yakin akan nyaman bergaul dengan keluarga besar dan tetangga, atau justru sebaliknya.
Bagaimanapun, kitas seringkali memilih pasangan tapi belum mengenali karakter keluarga besar. Begitu juga tetangga di perkotaan seringkali tidak bisa dengan mudah akrab satu sama lain. Apalagi orang yang baru datang.
Sebagai makhluk sosial, perempuan juga berhak mendapatkan relasi dan teman bergaul yang cocok. Itu biasanya kita dapatkan di lingkungan kerja. Di kantor biasanya akan bergaul dengan orang yang sama tingkat pendidikan, pandangan hidup, atau satu gerenasi.
2. Mengalami Kekerasan Ekonomi
Suami memiliki kewajiban mencari nafkah. Namun, tidak semua suami memenuhi kewajiban tersebut. Bukan karena suami tidak mampu, namun memang melakukan kekerasan ekonomi terhadap istrinya.
Apabila suami memang kurang mampu dari segi pendapatan, hal yang wajar jika uang belanja dan uang jajan istri juga tidak banyak. Namun, kekuasaan dalam keluarga juga bisa menimbulkan sikap sewenang-wenang.
Apakah dilakukan secara terang-terangan dengan tidak memberi nafkah, memberi tapi tidak sebanding dengan besaran gaji yang ia miliki, menjadikan suami sewenang-wenang karena punya uang, atau selalu mengungkit pemberiannya.
Kondisi seperti itu mungkin tidak dialami semua wanita. Banyak kaum hawa yang memang mendaptkan keadilan dan kebahagiaan dalam urusan ekonomi. Namun, jika sudah menunjukkan kekerasan ekonomi seperti saya sebutkan, rasanya itu sudah menjadi alasan wanita harus tetap bekerja.
Dengan demikian, perempuan akan lebih dihargai. Baik oleh pasangan, anak,maupun keluarga besar dan lingkungan sosialnya.
3. Mengalami Kekerasan Fisik Maupun Psikis
Poin ketiga lebih urgen lagi. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah situasi yang tidak diinginkan oleh siapapun. Bahkan oleh kaum pria yang menjadi pelaku.
Jika wanita memiliki pasangan yang temperamen, mudah melayangkan tangan, atau melakukan kekerasan psikis yang menggerogoti perasaan perempua, sudah selayaknya tidak berdiam diri.
Wanita tidak terkurung dalam lingkungan yang memberikan luka. Ada tempat untuk mengalihkan perhatian dan pikiran. Selain itu, kondisinya akan lebih terbuka ke dunia luar yang secara langsung bisa memperoleh perlindungan dari lingkungan sosial.
Konon, jika perempuan sudah tidak bersosialisasi dengan dunia luar, tidak memiliki rasa percaya diri lewat kekuatan ekonomi, justru kemampuan berkomunikasi juga ikut berkurang. Setidaknya, jika perempuan bekerja, ia bisa speak up dan lebih punya nyali dalam bertindak melawan ketidak adilan atas dirinya.
4. Penghasilan Suami Tidak Mencukupi Kebutuhan Keluarga
Alasan yang satu ini sudah tidak asing lagi. Mungkin alasan ini tidak sedrama alasan-alasan yang saya sebutkan sebelumnya. Setidaknya, tidak terlalu mengintimidasi fisik maupun psikis kaum perempuan.
Mengapa? Jika suami memang tidak mampu secara ekonomi, istri punya alasan kuat dan jelas untuk bekerja. Suami dan lingkungan mungkin mendukung secara terbuka.
Jika tenaga dan kreativitas suami sudah dicurahkan tapi ternyata masih tidak memenuhi kebutuhan hidup keluarga, biasanya istri ikut membantu dengan bekerja apa saja. Apakah dengan karir sesuai bidang istri atau mendirikan usaha di rumah.
5. Perempuan yang Punya Passion dalam Karirnya
Alasan terakhir, mengapa wanita harus tetap bekerja walau telah berumah tangga adalah jika pekerjaan merupakan sebuah passion.
Ini banyak terjadi dan saya juga merasakannya. Misalnya saya sangat mencintai dunia blog. Jika tidak ngeblog, maka saya merasa tidak bahagia. Kondisi rumah tangga pun terkena imbasnya.
Apakah teman-teman termasuk golongan yang ini? Jika iya, teman-teman harus percaya diri menjalaninya.
Saat ini, tidak ada alasan lagi untuk mengatakan bahwa jika istri bekerja maka pengasuhan anak jadi terganggu atau rumah tangga jadi berantakan. Jika memang ada keinginan pasti ada solusinya. Apalagi sekarang zaman postmodern. Perempuan dan laki-laki punya kesempatan yang sama menjalani passionnya meskipun sudah menikah.
Sebagai contoh nyata, saya punya dosen perempuan yang memang secara pribadi sangat mencintai profesinya. Beliau senang dengan ilmu pengetahuan dan bidang pekerjaannya.
Suatu hari, beliau mendapatkan kesempatan langka. Beliau mendapatkan undangan untuk melakukan riset di Australia selama 2 bulan.
Tetapi saat itu beliau sedang memiliki bayi. Beliau pun menaruh surat tawaran riset tersebut di meja suaminya sebagai isyarat meminta persetujuan. Hal itu biasa beliau lakukan ketika mendapatkan pekerjaan apapun.
Niatnya waktu itu hanya memberitahukan saja, tanpa berharap suaminya memberikan izin. Mengingat situasi yang saat itu punya momongan masih kecil. Meskipun demikian, jiwanya yang menyukai profesi itu, dalam hati kecil tetap terselip harapan. Ternyata tanpa ia duga, suami mengizinkan.
Mungkin kita berkomentar, “Kok bisa diizinkan?” Hal ini karena suami beliau memahami betul bahwa kewajiban menjaga anak-anak dan rumah tangga bukanlah kewajiban istri semata. Suami pun punya tugas yang sama. Pekerjaan rumah tangga juga bukan semata tugas perempuan.
Suami Bu dosen itu mengatakan alasan mengizinkan karena kesempatan riset itu sangat jarang dan ini rejeki langka untuk istrinya. Akan sangat dzolim jika ia menghalangi istri dari hal yang disukainya.
Dari cerita dosen saya itu saya menyadari bahwa setiap orang punya solusi untuk pola rumah tangga seperti apapun. Selama kedua belah pihak saling mengerti dan memahami, pasti selalu ada jalan keluar.
Sebaliknya, jika tidak ada keinginan suami dalam mendukung istri, suami cenderung membebani istri dengan mengancam hal buruk jika terus bekerja.
Sebaliknya, jika kedua belah pihak suami istri saling mendukung, pasti ada jalan keluar untuk kebaikan bersama. Tidak ada pihak mana yang berkuasa dan mana yang lemah harus mengikuti keputusan.
Penutup
Sejatinya, perempuan yang sudah menikah layak mempertahankan pekerjaannya, atau untuk yang tidak bekerja berhak memperjuangkan keinginan untuk bekerja.
Jika teman-teman sudah terlajur tidak bekerja, tidak ada salahnya mulai mencari lowongan kerja sebelum terlambat. Baik dengan menghubungi teman-teman, sanak saudara, atau mencari secara online seperti situs Jooble. Bisa juga mulai merintis sebuah bisnis mandiri di rumah.
Bekerja akan membuat perempuan lebih percaya diri dan berdaya. Terlebih lagi, jika dalam pernikahan terdapat kondisi-kondisi seperti di atas. Itu sangat lebih dari cukup untuk menjadi alasan wanita harus tetap bekerja walau sudah menikah.